https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Cegah Krisis Iklim dengan Elektrifikasi Kendaraan

HILIRISASI BATU BARA: PTBA dan BRIN melakukan pengembangan batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet sebagai bahan baku baterai EV.-foto: ist-

Ada lagi aluminium, kalau NMC mewakili sekitar 16 persen, aluminium 20 persen, tembaga 11 persen. “Prorate itu sebenarnya merefresentasikan 70 persen-an lebih. Nah, graphite-nya kita coba subtitusi pakai synthetic graphite dari batu bara. Teknologi ini sudah kita terapkan bersama teman-teman BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional),” bebernya. Pihaknya berharap pilot project ini  pun dapat berlanjut ke tahap komersial. 

Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Arsal Ismail menambahkan pengembangan batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet merupakan wujud komitmen perseroan mendukung kebijakan Pemerintah mendorong hilirisasi batu bara serta menjaga ketahanan energi nasional. 

BACA JUGA:Iklim Investasi di Muba Patut Ditiru, Kolaborasi Perusahaan dan Pemerintahan di Muba Luar Biasa

BACA JUGA:Kata IDI, Perubahan Iklim Sangat Berisko untuk Kesehatan Kerumunan Mudik

“Bukit Asam ingin menghadirkan energi tanpa henti untuk negeri. Salah satu upaya kami mewujudkan industri batu bara dengan clean techonology di Indonesia. Implementasi Anode Sheet berbahan baku batu bara merupakan yang pertama di dunia, sehingga menjadi terobosan penting dalam hilirisasi batu bara. Hal ini juga akan mendukung kemajuan industri kendaraan listrik di dalam negeri,” ujar Arsal dalam keterangan resmi. 

Menurutnya, kebutuhan Artificial Graphite dan Anode Sheet akan semakin meningkat di masa mendatang, seiring pertumbuhan industri kendaraan listrik. Tak hanya itu, Artificial Graphite dan Anode Sheet juga dibutuhkan industri lain, seperti penyimpanan energi, elektronik, hingga peralatan medis. “Hilirisasi ini sejalan dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, serta mendukung target karbon netral atau NZE 2060,” pungkasnya.  

Diketahui, konversi batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet melalui beberapa tahap. Pertama proses karbonisasi batu bara menjadi batu bara semikokas atau coalite, kemudian dihaluskan menjadi serbuk. Lalu proses perendaman, pemanasan, pencucian, pengeringan, dan penghalusan hingga menjadi Artificial Graphite sebagai bahan utama Anode Sheet. 

Pembuatan Anode Sheet dimulai dari  pencampuran Artificial Graphite dengan bahan-bahan lain. Campuran itu dipanaskan, lalu dicetak membentuk lembaran di atas kertas tembaga. Tahap terakhir pengeringan sehingga terbentuk Anode Sheet. 

Tak sekedar memasok bahan baku, MIND ID pun terjun langsung ke industri EV Battery Ecosystem melalui anak perusahaan PT Indonesia Battery Corporation (IBC). IBC merupakan konsorsium 4 perusahaan, 2 di antaranya anggota MIND ID yaitu Antam dan Inalum. IBC akan memproduksi baterai kendaraan listrik di Indonesia dengan target 45 GWh pada 2034 mendatang. 

Saat ini IBC telah membentuk perusahaan patungan (joint venture) manufaktur sel baterai dengan perusahaan baterai EV terbesar di dunia asal Tiongkok, CBL International Development Pte Ltd, unit bisnis Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL). Proyeknya mendirikan pabrik baterai senilai US$1,18 miliar atau Rp18,29 triliun, dengan kapasitas mencapai 15 GWh per tahun. 

Pabrik ini akan mengolah nikel sampai sel baterai, sudah masuk tahap awal persiapan pembangunan dengan lokasi lahan di Karawang, Jawa Barat. Ditarget tahun depan (2025) mulai konstruksi dan 2026-2027 sudah beroperasi. 

Pengamat Ekonomi Sumsel, Idham Cholid mengakui sulitnya penetrasi EV karena harganya masih mahal dan infrastruktur pendukung masih sedikit. “Kendati Pemerintah telah berupaya meningkatkan minat masyarakat membeli kendaraan listrik, baik lewat pengenaan PKB-BBNKB yang murah, pemberian insentif PPN DTP dan PPnBM, bantuan subsidi pembelian, dan sebagainya,” tuturnya.  

Dikatakan, perkembangan elektrifikasi kendaraan dapat memberikan trickle down effect pada industri lainnya, seperti industri baterai EV dan tambang sebagai bahan baku baterai. Tentu ini akan mendorong perekonomian negeri melalui sektor pertambangan dan industri strategis, apalagi Indonesia memiliki kekayaan tambang luar biasa.

Namun ia tak menampik, kendaraan listrik tak bisa menggantikan kendaraan konvensional secara cepat. “Butuh edukasi kepada konsumen dan dukungan infrastruktur atau EV ekosistem yang merata. Mulai dari SPKLU, bengkel EV, spare part, dan sebagainya. Jika semua lengkap, kendaraan ramah lingkungan ini dapat semakin populer di Indonesia,” pungkas Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas MDP ini. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan