https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Dukung Bisnis Online hingga Transaksi QRIS

TRANSAKSI QRIS: Pengunjung Desa Wisata Saba Budaya memindai barcode QRIS untuk membayar pembelian produk kerajinan di Rumah UMKM Karya Heuleut Kanekes.-foto: ist-

Adopsi AI, Indosat Hadirkan Marvelous Experience Bagi Pelanggan

SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID – Sejak menjadi Desa Wisata Saba Budaya (Baduy Luar) tahun 2007 silam, kampung Suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten selalu ramai dikunjungi pelancong nusantara dan mancanegara. Mereka menikmati wisata adat, budaya, suasana kampung etnik, dan alam yang hijau. Rumah-rumah penduduk masih Rumah Adat Sulah Nyanda, asli turun temurun, berdinding kayu, berlantai bambu, beratap ijuk.

Wisatawan juga dapat melihat berbagai produk kerajinan Suku Baduy yang dipajang di bale-bale, bilik-bilik (dinding), atau sosoro (beranda) rumah. “Mata pencaharian kami masih mayoritas petani padi, palawija, buah-buahan, dan lainnya. Seiring Desa Kanekes menjadi desa wisata, kini banyak pula berwirausaha,” ungkap Amir bin Salim, pemilik UMKM Karya Heuleut Kanekes, kepada Sumatera Ekspres, Jumat (11/10).

Mereka membikin kerajinan anyaman rajutan, menenun kain, berjualan makanan minuman dan souvenir, menjadi pemandu wisata. Amir sendiri memasarkan kain tenun, baju Baduy, madu, sal, selendang, golok, gula jahe merah. Total ada sekitar 40-50 pelaku UMKM di Kampung Kadu Ketug saja dimana ia tinggal. Sementara Desa Kanekes memiliki 72 kampung, terbagi 3 kampung Baduy Tangtu (Baduy Dalam) dan 69 kampung Baduy Panamping dan Dangka (Baduy Luar). Penduduknya lebih dari 20 ribu jiwa dengan 3.500 KK (kepala keluarga).

Di awal-awal, UMKM Suku Baduy hanya mengandalkan penjualan langsung ke pelancong yang bertandang. Namun saat pandemi Covid-19 melanda tahun 2020-2022, wisatawan sangat sepi, omset UMKM anjlok drastis hingga 95 persen. Kondisi ini membuat Urang Kanekes yang menggantungkan pendapatannya dari memasarkan cendramata nelangsa. Mereka lalu memutar otak.

Beruntungnya, jaringan telekomunikasi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) telah mensinyali kaki Pegunungan Kendeng itu sejak puluhan tahun dan sudah 4G/LTE. “Seingat saya Indosat masuk kampung Baduy sekitar tahun 2005,” ungkap pelanggan Indosat ini. Makanya banyak masyarakat adat Baduy menggunakannya. Karena kualitas jaringannya bagus, UMKM Baduy mencoba bertahan dengan berjualan online, lewat kanal media sosial (WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok) maupun marketplace. Keberadaan IOH membuat Suku Baduy tetap berdaya dan menghasilkan di tengah gempuran virus Covid dan pembatasan sosial kala itu.

BACA JUGA: Inovasi Pembayaran QRIS yang Perlu Kamu Tahu, Benarkah Lebih Aman dan Mudah?

BACA JUGA:Cara Mudah Membuat QRIS Melalui Aplikasi BRImerchant

Penjualan daring, lanjut Amir, nyatanya betul-betul membantu omset hingga kini usai pandemi. “Walaupun sekarang Desa Wisata Saba Budaya sudah ramai lagi dengan 500-1.000 pengunjung saat weekend, kami tetap memasarkan produk secara online,” tegasnya. Berkat jaringan mumpuni pula, Amir mampu menggaet banyak resseller dan distributor dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Sumatera untuk memasarkan kerajinannya.

Amir menyebut UMKM-nya memberdayakan 15 karyawan dan mampu memproduksi ribuan lembar/pieces kain khas Baduy sebulan. Harga jualnya mulai Rp150 ribu hingga Rp1,2 juta. “Saya juga memasok produk UMKM lainnya. Dengan stok yang ada, saya bisa kantongi omset bersih sekitar Rp10-15 juta per bulan,” bebernya. Sejauh ini, ia tak menemui kendala (gangguan jaringan) berarti, kalaupun ada biasa saja, jaringan Indosat cepat pulih.

Selain itu, sinyal 4G IOH mendukung akses pembayaran digital via QRIS sehingga UMKM Baduy mudah beradaptasi dengan digitalisasi dan cashless society. “Saya menerima pembayaran non tunai. Pengunjung tinggal scan barcode QRIS saat berbelanja, dari mana saja (bank, e-wallet) bisa,” kata Amir. Ia mengaku penggunaan pembayaran digital dengan metode QR Code dari Bank Indonesia (BI) itu telah berlangsung sejak tahun 2019.

Banyak pelancong lokal (Banten), dari Sumatera, Kalimantan, Jakarta memakainya. Bahkan turis asing, dibantu guide ikut menggunakan QRIS Antarnegara. Transaksi QRIS dengan jaringan Indosat memudahkan pengunjung belanja, terutama mereka yang tak bawa uang atau kehabisan cash money. Kontribusinya mencapai 50 persen dari omset Karya Heuleut Kanekes. “Sekali pembayaran tergantung nilai belanjanya. Ada yang sampai Rp1 juta, Rp500 ribu, atau cuma Rp100 ribu,” sebutnya.

Selain untuk bisnis online, bagi Suku Baduy Luar, akses telekomunikasi rata-rata digunakan berkomunikasi (menelpon), bermain media sosial, dan internet (browsing). Meski sebenarnya, dalam adat istiadat/tradisi Suku Baduy menolak modernisasi. “Kalau kita, khusus Baduy Luar menyesuaikan saja (zaman, red), bukan boleh. Tapi Baduy Dalam tidak menerapkannya,” tuturnya.

BACA JUGA:Indosat Resmikan Digital Intelligence Operations Center dengan Teknologi AI Canggih, MANTAP!

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan