Tim Hotman 911 Dampingi Kasus Bunuh dan Rudapaksa AA, Udin: Kita Ikuti Dulu Sidangnya
TUNGGUI SIDANG: Safarudin (kiri), bersama saudaranya, dan pengacaranya dari Tim 911 Hotman, duduk di luar ruang sidang, menunggu jalannya persidangan yang berlangsung tertutup. -FOTO: EVAN ZUMARLI/SUMEKS-
Sedangkan pakar hukum Abdul Ficar Hadjar, sepakat dengan Susno Duadji soal menggugat UU No 11/2012 tentang SPPA ke MK. ”Peristiwa ini di satu sisi, buat kita sebuah musibah. Tapi, kita harus gali pengertian yang sudah tidak up to date, tidak relevan, soal anak berhadapan dengan hukum,” ujarnya.
Dia percaya, kasus ini akan mengentuk pintu hati semua masyarakat untuk suatu perubahan. Yang ujungnya menuntut keadilan. Meskipun pelaku itu anak-anak, tapi harus ada hukum yang mengadilinya, memberikan pelajaran. “Supaya anak yang lain tidak melakukan itu,” paparnya.
Hotman menyimpulkan, UU Perlindungan Anak jelas mengatur bahwa pelaku pidana anak yang bisa ditahan hanya usia 14 tahun ke atas. ”14 tahun ke bawah hanya boleh direhabilitasi, atau dikembalikan kepada orang tuanya,” jelasnya.
Tapi, itulah yang menimbulkan ketidakadilan. Terutama yang dialami Safarudin, atas anaknya AA ini. “UU itu dibuat tahun 2012 (UU SPPA). Sedangkan dengan medsos sekarang, anak-anak cepat dewasa. Jadi ada usulan, agar aktivis segera menggugat UU itu ke MK,” harapnya.
Tidak hanya mengadu ke Hotman Paris Hutapea. Udin juga podcast dengan Denny Sumargo, melalui kanal YouTube “Curhat Bang” yang memiliki 6,68 juta subscribe. “Tolong revisi UU Perlindungan Anak. Pelaku pidana gak memandang usia harusnya!!! Jahat keji menjijikan!! Wajib dihukum mati!!!,” tulis akun @adeXXXXX.
BACA JUGA:Keselamatan 3 Bocil Juga Jadi Prioritas, Tersangka Pembunuhan dan Gilir Jasad Siswi SMP
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI saat itu, Ahmad Sahroni menyoroti kasus siswi SMP berinisial AA (13) yang dibunuh dan dirudapaksa oleh empat remaja di TPU Talang Kerilik, Kuburan Cina, Palembang, Sumatera Selatan.
Sahroni menilai para pelaku lainnya tidak bisa dipulangkan atau dibebaskan begitu saja dari pertanggungjawaban hukum. “Kasus ini sangat keji dan biadab. Jadi, kalau para pelaku lainnya dibebaskan dan dipulangkan begitu saja, saya rasa akan sangat tidak adil bagi korban dan keluarga korban,” ungkap Sahroni dalam keterangannya, Selasa (10/9).
Legislator Partai NasDem itu meminta semua pelaku yang terlibat harus mendapat ganjaran hukum, meski ada 3 yang berstatus ABH. “Karena bagaimana pun, status mereka tetap terduga tersangka, ada bukti-bukti yang menguatkan. Tidak cukup hanya diberi penyuluhan,” ucapnya.
Mengingat banyaknya anak di bawah umur yang melakukan kejahatan akhir-akhir ini, Sahroni tergerak untuk memperjuangkan pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) di DPR.
“Karenanya saya akan memperjuangkan revisi UU Sistem Peradilan Pidana Anak di DPR. Mengingat saat ini banyak sekali anak di bawah umur melakukan hal-hal keji,” terang Sahroni.
Menurut legislator yang akan kembali duduk di kursi Senayan pada Periode 2024-2029 ini, kasus pembunuhan dan rudapaksa yang terjadi di Palembang, bakal menjadi pemantik untuk merevisi UU SPPA. “Tidak adil jika mereka terus dipulangkan begitu saja tanpa adanya bentuk pertanggungjawaban. Harus ada jeratan hukum yang setimpal,” tegasnya.
Sahroni juga memberi peringatan keras kepada para orangtua yang lalai dalam mengawasi dan mendidik anak. “Orangtua juga harus perhatikan dan didik anaknya dengan baik. Anak sekarang, kan bisa akses banyak hal, dari positif hingga negatif. Ya, diarahkan dong, jangan abai,” pungkas Sahroni.