https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi

Roy Riady, SH, MH--

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratirfikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.

Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagai mana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Adapun unsur-unsur delik Pasal 12B mengenai Gratifikasi yang harus dibuktikan yaitu:

BACA JUGA:Rahasia di Balik Nikmatnya Kabau: Lalapan Unik yang Lezat dengan Banyak Khasiat

BACA JUGA:14 Tips Ampuh Menjaga Kesehatan dan Tetap Fit di Musim Hujan

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;

dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya

1. Unsur “Setiap gratifikasi”

Bahwa pengertian “gratifikasi” menurut Penjelasan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah “pemberian dalam arti luas” yakni meliput pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fisilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Bahwa adanya kata “setiap” dalam unsur pasal ini menunjukkan tidak ada pengecualian atas segala bentuk pemberian gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut, sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bahwa gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

2. Unsur “kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara”

Bahwa subyek hukum kepada “pegawai negeri” atau “penyelenggara negara” dalam unsur ini adalah bersifat alternatif sehingga cukup dibuktikan salah satunya saja, namun demikian terlebih dahulu kami akan menguraikan pengertian dari kedua kualitas subjek hukum tersebut berdasarkan penjelasan otentik undang-undang.

Bahwa yang dimaksud dengan “Pegawai Negeri” sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, meliputi : 

Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan