Perkawinan Anak, Bahagia atau Bahaya?
Dina Yunita Sari, S.Tr.Stat Fungsional Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten OKU-foto: ist-
Pada akhirnya, glorifikasi perkawinan anak harus dihentikan. Kesiapan fisik, psikologis dan emosional dari kedua belah pihak haruslah menjadi kunci untuk memulai perkawinan. Proses penurunan angka perkawinan anak memang tidaklah mudah. Akan tetapi, bukan berarti cita-cita tersebut tidak dapat kita capai bersama. Penguatan pendidikan hanyalah sebagian kecil dari sebuah langkah panjang untuk menekan praktik perkawinan anak. Pekerjaan besar selanjutnya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penguatan kebijakan yang mengatur perkawinan anak serta mendorong keseteraan gender harus segera dilakukan. Dengan komitmen dan konsistensi seluruh pihak, praktik perkawinan anak dapat kita hapuskan.