Kuda Lumping: Warisan Budaya yang Tetap Hidup di Tengah Zaman Modern dan Sarat Makna

Kuda Lumping, tarian tradisional yang kaya akan sejarah dan makna, masih terus lestari di tengah perubahan zaman. Foto: berry/sumateraekspres.id--

Trance atau kesurupan adalah hal yang sering terjadi selama pergelaran berlangsung. Pada umumnya, kesurupan terjadi setelah formasi tarian penunggang kuda yang pada awalnya lembut lalu berubah menjadi semakin liar mengikuti irama musik pengiring, perubahan ini biasanya diawali dengan suara lecutan ‘pecut’ atau cemeti yang meledak-ledak di udara, pada saat ini biasanya pemain tidak lagi menari dalam formasi kelompok.

Masing-masing akan menari dengan liar sesuai kehendak hati dengan diiringi lantunan tabuhan gending dan lagu yang semakin memberi suasana magis dengan ditambah aroma kemenyan yang menyeruak di sekitarnya.

Menurut Soenarto Timoer dalam bukunya: “Reog di Jawa Timur” bahwa pada saat itu penari Jaranan itu bukanlah menggambarkan prajurit menunggang kuda melainkan sebagai kuda itu sendiri. Maka segala ciri-ciri yang ada pada seekor kuda dicoba untuk diungkapkan serealistis mungkin, tingkah lakunya menyepak singkur, lari, nyirig, sampai-sampai harus makan rumput dan dhedak yang dilakukan oleh penari dalam kondisi tidak sadar (trance).

Dalam hal ini bisa dipahami bahwa dalam keadaan trance tersebut  penari Jaranan sudah “menjelma” sebagai jaran atau kuda.

Tetapi sebelum proses ndadi itu  penari seakan-akan memerankan prajurit yang gagah perkasa sedang menunggang kuda dengan perlengkapan pecut (cemeti).

Sehingga dalam konteks ini dapat dinilai separuh-separuh yaitu gerak kaki penari memang menirukan tingkah laku seekor kuda seperti nyirig, sepak singkur dan sebagainya, sedangkan gerak badan, tangan dan kepala masih menunjukkan seorang prajurit yang sedang menunggang kudanya.

BACA JUGA:Akun Marketplace Dibajak, Dikirim Tagihan Rp26,6 Juta dari Penelpon Mengaku Pihak Aplikasi Pinjol

BACA JUGA:Berikan Penampilan Terbaik

Menyimak berbagai paparan di atas dapat disimpulkan bahwa  Jaranan pada masa sekarang ini berada dalam tiga genre berbeda namun dalam satu masa yang sama.

Pertama, Jaranan sebagai ritual kesuburan dan menolak balak, yang merupakan ritual Totemisme prasejarah, masih tetap ada di tempat-tempat tertentu meski sudah semakin berkurang frekuensinya.

Kedua, Jaranan sebagai pertunjukan rakyat digelar di lapangan terbuka dengan ciri khasnya berupa adegan kesurupan atau ndadi (trance) yang sangat banyak terdapat di berbagai daerah bahkan terus berkembang. Jenis Jaranan sebagai pertunjukan inilah yang diperkirakan muncul sekitar abad 12.

Ketiga, Jaranan sebagai tarian lepas yang dipertunjukkan di panggung prosenium tanpa adegan trance dan semata-mata hadir sebagai karya tari yang digarap dengan pendekatan modern. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan