https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Kuda Lumping: Warisan Budaya yang Tetap Hidup di Tengah Zaman Modern dan Sarat Makna

Kuda Lumping, tarian tradisional yang kaya akan sejarah dan makna, masih terus lestari di tengah perubahan zaman. Foto: berry/sumateraekspres.id--

SUMATERAEKSPRES.ID - Bagi sebagian besar warga di Provinsi Sumsel. Tidak asing lagi dengan kesenian tradisional yang satu ini. Ya Jaran Kepang, Jaranan atau Kuda Lumping.

Salah satu komunitas kuda lumping di Kabupaten OKU ada di daerah Batumarta, Kecamatan Lubuk Raja. Ini adalah kesenian rakyat atau tarian penunggang kuda (jaran) dengan kuda mainan yang terbuat dari bilahan anyaman bambu yang dirangkai sedemikian rupa lantas dijepit di antara dua kaki penarinya.

Kuda-kudaan tersebut ditambahkan asesori serta pewarnaan sehingga bentuknya menyerupai kuda sungguhan. Iringan musiknya sederhana, didominasi kenong dan terompet.

Pada mulanya Jaran Kepang bukanlah sebuah seni pertunjukan, bukan pula dinamakan kesenian karena memang zaman dulu belum  dikenal istilah kesenian. 

Konon, jaran Kepang adalah bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen, dan juga supaya masyarakat aman dan tenteram. 

BACA JUGA:Manfaat Susu Pasteurisasi: Nutrisi Aman dan Lengkap untuk Kesehatan Tubuh

BACA JUGA:Ada Ujian Tertulis dan Kinerja di UKPPPG, Begini Sistem Penilaiannnya

Pada zaman primitif terdapat kepercayaan bahwa kerusakan lingkungan, wabah penyakit, bencana alam dan sebagainya terjadi karena kekuatan roh nenek moyang.

Seiring dengan perjalanan waktu, setiap musibah, bencana atau berbagai masalah dalam kehidupan dihubungkan dengan roh nenek moyang itu disusun menjadi serangkaian cerita yang berkembang menjadi mitos yang diyakini oleh masyarakat. Kemudian dilakukan upacara (ritus) dengan tujuan agar musibah tidak datang lagi.

Kejadian yang berlangsung berulangkali kemudian berkembang menjadi berbagai simbol yang digunakan untuk kegiatan ritual.

Sejauh ini memang belum ditemukan data tertulis atau prasasti yang membahas soal Jaran Kepang. Yang ada baru relief candi, seperti di Candi Jawi, Pasuruan, yang memperlihatkan seorang perempuan bertapa dan pasukan berkuda yang diduga merupakan Dewi Kilisuci.

Jika yang disampaikan dalam cerita lisan selama ini benar, kemungkinan Jaran Kepang sebagai tari kerakyatan kuno embrionya sudah ada pada abad ke-12, dan mulai kental pada abad ke-13 dan ke-14. 

BACA JUGA:Korsleting Listrik Hanguskan 2 Ruko di Muara Enim, Kerugian Capai Rp1 Miliar, Begini Kronologisnya!

BACA JUGA: Siswi SMP di Palembang Alami Malapraktik, Bola Mata Bengkak Usai Konsumsi Obat Bidan, Ini Kejadiannya!

Tag
Share