Teknologi AI Mudahkan Manusia

PEMBICARA : Ketua STIH Sumpah Pemuda Palembang menjadi pembicara di antara 7 panelists di PBB (United Nations Office) Austria.- Foto : IST-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Salah satu upaya mendorong STIHPADA Palembang ke kancah internasional, putra Prof Abu Daud Busroh yang juga Ketua STIHPADA, Assooc Prof Dr H Firman Freaddy Busroh SH MHum CTL CMN menjadi satu dari 7 narasumber di Forum PBB. Kegiatan yang digelar 16-18 Juli itu membahas “Digital Justice 2.0 : How All is Revolutionizing Legal Aid System' in Developing Countries”.

"Selain mewakili STIHPADA dalam forum internasional,  saya jadi satu-satunya wakil Indonesia di event tersebut. Momen ini yang kedua kalinya setelah Juni 2023 digelar di Genewa, Switzerland. Momen ini dimulai dengan pra-conference dihadiri pembicara berbagai negara dan petinggi United Nations Office tanggal 16 Juli silam," ungkap Assooc Prof Dr H Firman Freaddy Busroh, Ahad (21/7). 

Turut hadir pembicara Andrea A Jacobs, Crown Council Ministry of Legal Affairs of Antigua dan Barbuda, Wendy O'Brien selaku Crime Prevention and Criminal Justice Officer-Technology and Human Rights United Nations Office on Drug and Crime, Ana Paula Nishio de Sousa selaku Chief of Digital Transformation and AI Strategis at the  United Nations Industrial Development Organization.

“Di momen ini saya menyampaikan ke audien bahwa teknologi AI memudahkan kegiatan manusia khususnya di bidang hukum. Mulai dari penyimpanan data, analisa kasus, manajemen kasus, translate multi bahasa terkait pelayanan dan lainnya. Namun di balik kemudahan yang ditawarkan AI (Artificial Intelligence), kita juga harus menyikapi dengan cermat dan bijak. Tidak semua hal bisa tergantikan teknologi AI," terang Freaddy. 

BACA JUGA:Teknologi AI Membuka Era Baru dalam Bidang Hukum, Ketua STIHPADA Menjadi Pembicara Utama di PBB

BACA JUGA:STIHPADA Yudisium 340 Mahasiswa, Alumni Berharap Ada Prodi Doktor-Kenotariatan

Contoh putusan melibatkan pertimbangan hukum yang baik untuk dapat menghasilkan keputusan berkeadilan dan ini tidak didapat dari AI. "AI hanya alat atau tools yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan, tetapi ketika menyangkut hal yang berkenaan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, AI tidak dapat serta merta menggantikan peran manusia," tegasnya. 

Dikatakan, teknologi AI di negara maju AI sangat diperlukan bagi percepatan pekerjaan dan data yang akurat. Hal ini lantaran didukung SDM yang baik dan ketersediaan teknologi. Namun di negara berkembang, penggunaan AI belum bisa diterapkan ke semua lini apalagi mengingat 2045 merupakan puncak Bonus Demografi Indonesia.

“Indonesia masih kurang dari segi infrastruktur, financial, regulasi, dan SDM sehingga perlu memperhatikan batasan AI dan tidak meniadakan SDM yang akan mengalami puncaknya pada tahun 2045 di Indonesia," ucapnya. 

Assooc Prof Dr Hj Fatria Khairo STP SH MH sebagai delegasi STIHPADA Palembang menyampaikan beberapa saran di antaranya harus ada semacam perjanjian antar bangsa terkait penggunaan AI. Namun jangan jadikan AI sebagai senjata elegant bagi negara maju mengintimidasi negara berkembang. 

Hasil conference tersebut melahirkan beberapa rekomendasi yang diharapkan menjadi konvensi United Nations sebagai standar regulasi dalam pemanfaatan teknologi AI di seluruh dunia. "Dimana PBB adalah organisasi internasional yang didirikan pada 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerja sama internasional,” pungkasnya. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan