Mempersiapkan Diri Menyambut Tamu Agung
Tidak sampai satu bulan lagi umat Islam akan menjumpai bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang sarat dengan muatan rahmah, maghfirah Allah yang sejatinya sangat diharap-harapkan manusia beriman.
Karena itu, keberadaan kita di bulan Sya’ban ini pun merupakan nikmat dan rahmat Allah yang tidak ternilai harganya, yang patut selalu kita syukuri dengan sebaik-baiknya. Kita perlu bersyukur, karena berapa banyak saudara-saudara kita yang tidak dapat bertemu dengan Ramadhan di tahun ini karena lebih dahulu dipanggil Allah ke sisi-Nya.
Dalam rangka menyambut kedatangan bulan yang mulia ini marilah kita introspeksi diri, seberapa banyak bekal persiapan ini kita lakukan dalam menyambut Ramadhan tahun ini ? Marilah sekali lagi kita syukuri, bila ternyata telah banyak persiapan yang kita lakukan.
Selanjutnya bila ternyata bekal yang sempat kita kumpulkan masih terlalu sedikit marilah mulai hari ini kita perbanyak dan perbanyak sehingga pada saatnya nanti kita dapat memasuki bulan Ramadhan dengan penuh sukacita, bulan dimana kita dapat meraih pahala seribu bulan yang tidak mungkin dapat kita temui di bulan-bulan lain. Sungguh, Ramadhan merupakan nikmat dan rahmat terbesar bagi kita ummat Islam yang sungguh rugi bila tidak kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu pantaslah kiranya bila dalam salah satu haditsnya Rasulullah bersabda:
Seandainya ummatku mengerti sesuatu yang ada di bulan Ramadhan , tentu mereka berharap agar semua tahun itu dijadikan Ramadhan, karena di dalam bulan itu kebaikan berkumpul, ketaatan (ibadah diterima, doa-doa diijabah(dikabulkan), dosa-dosa diampuni dan surga merindukan mereka
Sekali lagi, marilah kita manfaatkan kesempatan Ramadhan dengan sebaik-baiknya untuk meningkat ketaqwaan kita kepada Allah Dalam hadits lain Rasulullah pernah bersabda: Berapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga,
Hadits ini seharusnya membangkitlan kewaspadaan kita tentang kesiapan kita untuk melaksanakan ibadah Ramadhan nanti. Apalah artinya bila puasa hanya meninggalkan kering pada kerongkongan dan lapar dalam perut ? Jika ini yang terjadi, itu berarti kita gagal. Kegagalan yang dimaksud tentu bukan klaim yang bisa dipastikan. Itu hak Allah semata.
Tapi setidaknya kita punya neraca untuk menimbang segenap amal ibadah kita di bulan Ramadhan. Apakah benar-benar berbobot hingga kita lulus dari Ramadhan menjadi pribadi berkualitas, atau sebaliknya. Diantara indikasi kegagalan yangdapat diprediksi sebelumnya agar kita tidak termasuk orang yang gagal, antara lain jika ;.
Pertama: Kurang optimalnya melakukan pemanasan dengan memperbanyak ibadah sunnah di bulan Sya’ban, Ibarat mesin, memperbanyak ibadah sunnah di bulan Sya’ban berfungsi sebagai pemanasan bagi rohani dan fisik untuk memasuki bulan ramadhan. Berpuasa sunnah, memperbanyak ibadah dan tilawah alqur’an sebelum Ramadhan akan menjadikan suasana hati dan tubuh kondusif.
Kedua:Dengan berpuasa masih tidak menghalangi seseorang dari dosa mulut, seperti membicarakan keburukan orang, mengeluarkan kata-kata kasar, membuka rahasia, mengadu domba, berdusta dan sebagainya.
Ketiga: Berbuka puasa menjadi moment melahap semua keinginan nafsunya yang telah tertahan sejak pagi hingga sore. Ia menjadikan saat berbuka sebagai kesempatan “ balas dendam” dari upaya melawan hawa lapar dan haus selama siang hari..
Keempat: Target membaca Al-Qur’an yang dirancang minimal satu kali khatam selama bulan Ramadhan , tidak terpenuhi. Minimal satu kali, karena memang itu adalah target minimal pembacaan al-qur’an yang dianjurkan Rasulullah Saw.
Kelima: Berpuasa tidak dapat menjadikan pelakunya berupaya memelihara mata dari melihat yang haram. Puasa yang tidak menambah pelakunya lebih memelihara mata dari yang haram, menjadikan puasa itu nyaris tak memiliki pengaruh apapun dalam perbaikan diri. Karenanya boleh jadi,puasanya secara hukum sah, tapi substansi puasa itu tidak akan tercapai
Keenam: Bulan Ramadhan tidak dioptimalkan untuk banyak berinfaq dan bersedekah. Rasulullah seperti digambarkan Ibnu Abbas dalam sebuah hadits menjadi sosok yang paling murah dan dermawan di bulan Ramadhan, hingga kedermawanannya mengalahkan angin yang bertiup.
Ketujuh: Malam-malam Ramadhan tak beda dengan malam-malam selain Ramadhan. Salah satu ciri khas malam bulan Ramadhan adalah Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menghidupkan malam dengan shalat dan doa-doa tertentu. Tanpa menghidupkan malam dengan ibadah tarawih, tentu seseorang akan kehilangan momentum berharga.
Kedelapan: Hari-hari menjelang Idul Fitri sibuk dengan persiapan lahir, tapi tidak sibuk dengan memasok perbekalan ruhani pada 10 malam terakhir untuk memperbanyak ibadah. Ia lebih banyak berpikir untuk merayakan Idul Fitri dengan berbagai kesenangan, dan melupakan suasana perpisahan dengan bulan mulia tersebut.
Kesembilan: Idul Fitri dirayakan laksana hari “merdeka” dari penjara untuk kembali melakukan berbagai penyimpangan. Fenomena ini sebenarnya hanya akibat pelaksanaan puasa yang tak sesuai dengan adabnya. Orang yang berpuasa dengan baik tentu tidak akan menyikapi Ramadhan sebagai pengekang.
Kesepuluh: Setelah Ramadhan nyaris tidak ada ibadah yang ditindaklanjuti pada bulan-bulan selanjutnya. Misalnya, memelihara kesinambungan puasa sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur’an. Amal-amal satu bulan Ramadhan, adalah bekal pasokan agar ruhani dan keimanan seseorang meningkat untuk menghadapi sebelas bulan setelahnya. Namun orang akan gagal meraih keutamaan Ramadhan, saat ia tidak berupaya menghidupkan amal-amal ibadah yang pernah ia jalankan selama satu bulan itu setelah Ramadhan. Semoga ibadah Ramadhan yang akan kita laksanakan sebentar lagi dapat lebih berkualitas dari tahun-tahun sebelumnya dengan persiapan yang berkualitas pula. Wallahu a’lam (*)