KPU Berubah Sikap, Caleg Terpilih Wajib Mundur saat Maju Pilkada

KPU--

JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Polemik terkait status calon legislatif terpilih pada Pemilu 2024 yang maju dalam Pilkada 2024 tuntas. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya menetapkan caleg terpilih yang maju dalam Pilkada 2024 wajib mundur.

Hal itu disepakati dalam rapat konsultasi rancangan Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Pilkada di Komisi II DPR RI, Jakarta, kemarin. Hadir dalam rapat itu pimpinan KPU, pimpinan Bawaslu, Pimpinan DKPP, perwakilan Kementerian Dalam Negeri dan anggota Komisi II.

BACA JUGA:Nah Loh, KPU Palembang Sebut Calon Independen Belum Penuhi Syarat Dukungan, Ini Reaksi Cha-Boy!

BACA JUGA:Kuota Belum Terpenuhi: KPU OKI Buka Pendaftaran Anggota PPS Secara Online, Yuk Buruan Daftar!

Dengan keputusan itu, rencana sebelumnya dipastikan berubah. Pekan lalu, Ketua KPU Hasyim Asyari sempat merencanakan caleg terpilih yang maju Pilkada hanya diwajibkan menyerahkan surat bersedia mundur pasca dilantik sebagai anggota DPR. Kemudian, pelantikan dimungkinkan digelar usai hasil Pilkada diketahui. 

Formula itu menuai kritik, karena dianggap mengakali hukum untuk mengakomodir calon Pilkada yang kalah agar tetap bisa dilantik sebagai legislatif. Hasyim mengatakan kewajiban mundur usai ditetapkan sebagai calon kepala daerah untuk memberikan kejelasan. Termasuk kepastian statusnya. "Jadi agar jelas jalur yang ditempuh, apakah menjadi calon kepala daerah atau jadi anggota DPR, DPD," kata dia.

Soal sikap KPU yang tidak konsisten, Hasyim beralasan setiap rumusan norma hukum terbuka ruang diskusi. Jika dalam diskusi ditemukan implikasi dari penerapan norma yang tidak sesuai, maka ada ruang penyesuaian.

Sesuai tahapan, pendaftaran Pilkada 2024 digelar pada 27-29 Agustus 2024. Kemudian, penetapan digelar pada 22 September 2024. Nah, begitu ditetapkan sebagai calon pilkada, yang bersangkutan wajib mundur sebagai caleg terpilih.

Dokumen pernyataan mundur, harus disampaikan lima hari usai ditetapkan yang jatuh pada tanggal 27 September. Surat itu, kemudian menjadi basis bagi KPU mengubah Surat Keputusan terkait caleg terpilih. "Tinggal menunggu partai, siapa yang diusulkan sebagai calon terpilih,"  jelas dia.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyentil Hasyim untuk hati-hati dalam berstatment. Jangan sampai, KPU menyampaikan sikap yang memicu polemik. Sebagai pelaksana UU, tugas KPU melaksanakan ketentuan UU. "Kami juga kemarin sudah menegur," katanya.

Menurut Doli, untuk menghindari polemik, norma dalam PKPU diputuskan harus sejalan dengan ketentuan. Adapun jika ada pihak-pihak yang berkeinginan berbeda, dia menilai ruang itu bisa diusulkan dalam revisi UU Pemilu ke depannya.

Anggota Komisi II fraksi PKS Mardani Ali Sera mengusulkan pelaksanaan Pemilu serentak dievaluasi. Dia menginginkan di 2029 Pilpres tidak digabungkan dengan Pileg. Usulan itu, bukan tanpa alasan. Selain meringankan secara teknis, pemisahan juga baik untuk meningkatkan kualitas Pileg.

"Biar pilegnya nggak tertutup sama Pilpres," imbuhnyaa. Jika dipisahkan, publik akan punya ruang menilai partai. Misalnya dengan menggelar debat antar caleg atau debat antar partai. Sementara, anggota komisi II dari Fraksi Demokrat Ongku Hasibuan menyoroti integritas penyelenggara. Di berbagai daerah, dia mengaku menemukan indikasi keberpihakan. 

BACA JUGA:Hadapi PHPU di MK, Buka Kotak Suara, Instruksi Berjenjang dari KPU RI hingga KPU Kabupaten/Kota

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan