Keroyokan, Sumsel Berhasil

*Stunting Turun Signifi kan, Terbaik se-Indonesia

*Bukan Hanya Soal Gizi, Sebab Lain Pola Hidup

SUMSEL – Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) peringkat 1 nasional penurunan angka stunting. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, turun 6,2 persen dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen. Sedangkan rata-rata di Indonesia di angka 21,6 persen.

Ada tiga daerah dengan penurunan angka stunting tertinggi di Sumsel sepanjang 2022. Kabupaten OKI, OKU dan Lubuklinggau. “Karena itu Provinsi Sumsel dapat penghargaan. Tiga daerah itu juga,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumsel, Mediheryanto SH MH.

Prestasi membanggakan itu diungkapnya dalam podcast Ngobrol Santai (Ngobras) bersama GM Sumatera Ekspres Hj Nurseri Marwah, Senin (20/2). Katanya, penangangan stunting yang efektif bukan setelah anak dilahirkan. Tapi sejak dari calon pengantin, bahkan remaja.

“Calon pengantin yang memiliki penyakit anemia, boleh menikah. Tapi hamilnya nanti, ditunda dulu. Karena resiko stunting anaknya nanti,” ungkap dia. Kata Medi, definisi stunting bukan hanya pendek seperti anggapan masyarakat selama  ini. Tapi, dipengaruhi oleh perkembangan (otak) dan pertumbuhan (fisik) anak. “Ada yang pendek, tapi otaknya cerdas,” ujarnya. BACA JUGA : Mengenal Dua Tipe Diabetes dan Ciri-Ciri Kamu Terserang Penyakit Itu

Penanganan stunting bukan hanya tugas BKKBN dan Dinas Kesehatan (Dinkes). Tapi keroyokan semua instansi terkait. Di Sumsel, percepatan penurunan sunting dikomandoi Wakil Gubernur Sumsel H Mawardi Yahya. Kepala BKKBN Sumsel sebagai Sekretaris. “Dinkes melakukan intervensi spesifik dan sensitif. Pemerintah provinsi, melakukan percepatan penurunan stunting ini hingga ke tingkat desa,” ulasnya.

Ada 6 ribuan pendamping keluarga berisiko stunting di Sumsel. Dari tingkat provinsi sampai desa.  “Tugasnya melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting,” paparnya.

Mereka ini dibayar melalui biaya operasional, Rp10 ribu per kasus. Sekarang menjadi Rp330 ribu per bulan, tiga orang dalam satu tim. Penurunan stunting butuh intervensi multipihak. Salah satunya melalui progam anak asuh. “Bapak asuhnya mulai kepala daerah, kepala dinas, PKK, perusahaan melalui CSR-nya, dan lainnya,” kata dia.

Dicontohkan Medi, Bank Syariah Indonesia (BSI), Kodim 0418 Palembang hingga PDAM Tirta Musi sudah punya anak asuh. Menurutnya, bantuan yang diberikan kepada anak asuh stunting, tidak harus dalam bentuk uang. ”Bisa dipelajari dahulu masalahnya, penyebab stunting-nya. Misal stunting karena sanitiasi, jadi perbaiki sanitasi di sana,” paparnya.

Program ini memanfaatkan CSR perusahaan.  ”Sumatera Ekspres saya dengar, ada rencana gerakkan forum CSR untuk penanganan stunting. Kami sangat mendukung itu,” ungkapnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan