Disway Gratis

Tulisan pertama Dahlan Iskan, yang dibuat 9 Februari 2018 di edisi pertama Disway.-foto: disway.id-

BACA JUGA:Tetangga N

BACA JUGA:GovTech Anas

Saya tahu. Dari nadanya, ia kurang suka. Tapi saya tidak menyerah. Terus mencari akal agar ia setuju menulis lagi. Sedikit muter-muter tidak masalah.

Saya ganti topik. Cerita tentang teman-teman saya wartawan senior yang kebanyakan stroke. "Iya, kok banyak wartawan saat tua kena stroke ya?" kata Pak Dahlan.

Aha! Frekuensi Pak Dahkan sudah sama dengan saya. Berarti bisa masuk ke tujuan semula. "Kemungkinan karena mereka stres. Biasanya menulis. Tiba-tiba tidak menulis lagi karena tidak punya media," jawab saya asal saja.

"Masuk akal. Sebagai wartawan mereka mengelola banyak informasi. Sudah pensiun pun narasumbernya masih banyak yang memberi info. Pasti ingin menulis. Tapi tidak punya media. Stres," sahut Pak Dahlan.

BACA JUGA:Extra Fast

BACA JUGA:Bursa Warung

Ibarat main catur, saya sudah menjalankan pion: Open skak!  "Abah harus hati-hati. Jangan sampai kena stroke karena tidak mau menulis lagi," kata saya dengan keyakinan penuh, Abah menolak berarti skakmat!

"Saya sudah tidak punya koran. Mau menulis di mana?’’ tanya Pak Dahlan setelah diam cukup lama. "Abah, hari gini mosok masih mau nulis di koran? Berapa orang yang masih mau baca koran? Hari ini zamannya membaca koran digital. Menulislah di website," jawab saya.

"Saya tidak punya website," jawab Pak Dahlan. Kali ini nadanya mulai tinggi. Pertanda tidak senang. Tapi posisi catur masih open skak.

"Saya yang membuatkan website-nya. Saya yang mengelola. Abah saja yang menulis. Saya yang mengedit," jawab saya.

BACA JUGA:Jarak Dekat

BACA JUGA:Doktor Malam

Pak Dahlan akhirnya benar-benar menyerah. "Carikan nama website yang bagus. Kalau saya setuju, saya menulis. Kalau tidak setuju berarti saya tidak akan menulis lagi," jawabnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan