Pilih Fikih Baru Ketimbang Khilafah
Deklarasikan Enam Kesepakatan Muktamar Internasional
SURABAYA – Mulai kemarin (7/2), Nahdlatul Ulama (NU) memasuki gerbang abad kedua. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengajak warga nahdliyin untuk terus bekerja keras memajukan NU. Itulah cara untuk menghormati perjuangan para ulama yang mendirikan organisasi tersebut pada 16 Rajab 1344 Hijriah atau 31 Januari 1926 silam.
”Tidak ada yang lebih patut untuk kita lakukan selain syukur pada anugerah Ilahi. Dan berkhidmah dengan kerja keras dan ikhlas untuk mendapat berkah,” ujar Gus Yahya. Ditambahkan
Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, warga nahdliyin harusmemiliki mental yang kuat. Memegang teguh prinsip ahlussunnah wal jamaah.
Tidak mudah dipengaruhi pihak-pihak luar. Dia meminta prinsip itu menjadi bekal nahdliyin dalam memasuki abad kedua NU. ”Siapkan diri kalian untuk menerima kebenaran dan kebaikan. Jika orang-orang baik, kalian harus baik. Dan jika mereka rusak, kalian jangan menjadi orang zalim,” pesannya.
PBNU juga menetapkan tekad 1 Abad NU. Deklarasi itu merupakan hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang digelar Senin (6/2) lalu di Surabaya. Dokumen terangkum dalam enam poin yang dibacakan Ketua Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri dalam bahasa Arab. Terjemahan dalam bahasa Indonesia dibacakan Ketua Panitia Harlah 1 Abad NU Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid.
Isu krusial yang disikapi terkait pandangan sebagian kelompok Islam yang mencita-citakan penyatuan umat Islam dalam naungan negara tunggal. Yaitu, khilafah. Pendapat itu berakar pada tradisi fikih klasik. Bagaimana pandangan NU? Alih-alih setuju dengan sikap itu, NU justru memilih jalan lain. Yenny mengatakan, NU mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru dengan mengembangkan wacana baru tentang fikih.
Yaitu, fikih yang dapat mencegah eksploitasi identitas. Menangkal penyebaran kebencian antar golongan. Tapi, di sisi lain mendukung solidaritas, saling menghargai perbedaan manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia. ”Kami mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis,” kata Yenny yang membacakan teks.
Tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. ”Visi seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah,” papar Yenny.
Dia menjelaskan, keinginan mendirikan kembali negara khilafah dinilai berbahaya saat ini. Di luar semangat untuk menyatukan umat Islam sedunia, khilafah berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Sebab, muslim dan nonmuslim akan memiliki hubungan yang saling berhadapan. ”Sehingga NU berpandangan tidak pantas untuk diusahakan dan dijadikan sebagai aspirasi,” beber Yenny.
Presiden Joko Widodo hadir dalam resepsi 1 Abad NU. Pada kesempatan itu, Jokowi meyakini bahwa NU tumbuh dan mampu menjadi teladan dalam keberislaman yang moderat. Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, NU layak berkontribusi bagi masyarakat internasional. ”Pemerintah sangat menghargai upaya PBNU untuk ikut membangun peradaban dunia yang lebih baik dan lebih mulia,” katanya. (*/fin)