26 Ribu Ha Mangrove Direstorasi, Rusak Akibat Alih Fungsi Lahan

--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Sebanyak 26.270,20 hektare (ha) kawasan Mangrove di Provinsi Sumsel berpotensi dilakukan restorasi, karena kerusakan akibat alih fungsi lahan hingga pencemaran lingkungan karena limbah.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel, SA Supriyono menyampaikan berdasarkan data KLHK, luas kawasan Mangrove di Sumsel mencapai 171.629 hektare (2022), dimana sebaran mangrove ini berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Musi Banyuasin. 

"Luasan mangrove Sumsel ini 27,28 persen dari luas mangrove Pulau Sumatera 567.900 atau 4,72 persen dari luasan mangrove nasional 3,364 juta ha," sampainya saat membuka acara “Konsultasi Publik Rencana Aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Sumsel dan Rencana Desain Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Sumatera Selatan” di Hotel Aston, Rabu (29/11). 

Dia menjelaskan berdasarkan hasil analisis Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) tahun 2022, ada sebanyak 1.123,800 hektare hutan mangrove di pesisir Sumsel yang memiliki tutupan tajuk jarang dan 26.270,20 hektare kawasan mangrove berpotensi direstorasi. 

"Kerusakan mangrove di Sumsel karena alih fungsi lahan untuk tambak dan perkebunan kelapa sawit. Belum lagi limbah dari tambak dan perkebunan, limbah rumah tangga, dan penebangan ilegal untuk pembangunan," jelasnya. 

Melalui kegiatan Konsultasi Publik Rencana Aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Sumsel dan Rencana Desain Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Sumatera Selatan ini, YKAN bekerjasama dengan stakeholder terkait menginisiasi sebuah aliansi dengan nama Mangrove Eco System Restoration Alience (Mera).

Ini merupakan sebuah platform nasional melibatkan multi stakeholder untuk mencapai tujuan bersama dengan membangun sebuah perencanaan terpadu dari semua pihak berdasarkan kepastian keilmuan untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, sumber daya alam, dan aset viral negara. Serta bersama-sama menjaga kelestarian ekosistem mangrove di Sumsel. 

"Diharapkan semua pihak yang terlibat dapat berperan untuk fungsi operasional restorasi mangrove dan tata kelola pengelolaan sistem ekosistem mangrove di Sumsel," ujarnya. Guna menjaga ekosistem mangrove, Pemerintah harus hati-hati dalam pengelolaan lahan atau kawasan mangrove agar tidak salahgunakan. 

"Pembangunan edukasi atau pengarahan yang bersifat konstruktif ke masyarakat untuk terlibat atau peduli terhadap mangrove. Jadi bukan hanya dari beberapa pihak atau pemerintah saja, sebab bumi ini milik generasi berikutnya," tukasnya. 

Direktur YKAN diwakili Andreas Tomi Wibowo menjelaskan pihaknya mengedepankan data dalam menyusun program agar tepat sasaran. "Tahun 2022 bersama Unsri dan stakeholder terkait kami melakukan kajian terpadu di pesisir OKI yang memiliki kawasan pesisir mangrove terpanjang di Sumsel," sampainya. 

Beberapa kajian terpadu yang dilakukan, berupa pemetaan mangrove, kajian sedimentasi hingga ekonomi dan budaya masyarakat pesisir. "Data yang kami punya 40.020 hektar menjadi rumah bagi 22 spesies mangrove, 115 spesies burung, 12 spesies fauna, 10 spesies mamalia, 56 spesies ikan, dan 12 spesies non ikan," cetusnya. 

Hasil valuasi ekonomi yang dikaji bersama mitra sebesar Rp30,6 triliun, terdiri dari manfaat langsung seperti hasil perikanan dan budidaya. Sedangkan manfaat tidak langsung berupa penyerapan polutan, memberikan udara yang segar, dan lainnya.  "Kita gunakan data ini menjadi Rencana Aksi Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Sumsel dan Rencana Desain Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Sumatera Selatan untuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan," pungkasnya. (tin/fad)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan