Simpan Filosofi, Berusia 350 Tahun
WARISAN BUDAYA: Keris menjadi salah satu warisan budaya Indonesia. Keris ini dijadikan sebagai senjata untuk melindungi pemiliknya. -FOTO: ZULKARNAIN/SUMEKS-
LUBUKLINGGAU – Dalam sedekah rami yang digelar beberapa waktu lalu ditunjukkan tiga keris pusaka. Keris ini berada di Kelurahan Batu Urip, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Kota Lubuklinggau.
Ternyata keris ini menyimpan filosofi mendalam. Salah satunya keris penyege krie mambul, keris berdapur jalak nyuncup madu dengan usia 350 tahun. Keris ini diyakini sudah ada sejak zaman Krie Mambul dan digunakan sebagai senjata perang.
Saat ini keris itu dipelihara Abu Qosim Tapati, generasi ke-7 dari krie Mambul. Keris ini sudah berusia 350 tahun. Warga percaya, keris ini memiliki tuah atau keistimewaan. Seperti apabila keris ini dicabut saat perang, akan membuat musuh gentar dan mundur kalang kabut.
Bukan tanpa alasan keris yang digunakan masyarakat tempo dulu memiliki keistimewaan. Buyung, praktisi Tosan Aji, asal Kota Palembang mengatakan, dulu keris dianggap sebagai benda pusaka yang istimewa. Karena tak selalu digunakan sebagai senjata tempur utama.
Keris hanya sebagai senjata pelengkap atau senjata penyambung nyawa, dengan kegunaan multifungsi. Selain sebagai senjata, juga sebagai aksesori dan melambangkan status pemiliknya.
Keris selalu mendampingi pemiliknya. Keris menyimpan racun mematikan atau arsenic. Ini sangat bahaya jika keris selalu dikeluarkan dari warangka. Kecuali sudah sangat terpepet atau ada yang sifatnya urgen. “Bahayo keris itu, idak perlu nusuk ke tubuh lawan sampai mati. Tapi goresan dikit di kulit itu sudah cukup bikin musuh tumbang, apolagi pakai racun khusus,” katanya.
Menurutnya, wajar jika saat keris dicabut dari warangka, bisa membuat musuh yang melihat keris itu langsung waspada dan bisa lari tunggang langgang. “Bukan takut jingok jin keris atau yang lain, tapi takut keno racun. Keno gores dikit biso nyawo jadi taruhan,” bebernya.
Buyung juga mengungkapkan, penempaan tosan aji oleh empu tempo dulu, tidak dilakukan secara sembarangan. Mulai dari pemilihan bahan besi aji, waktu penempaan, jumlah lapisan, hingga finishing tempaan. ‘’Mpu tempo dulu bikin keris sambil tirakat, melantunkan doa dan harapan khusus terhadap Tuhan pemilik alam semesta. Mulai dari bikin luk, pamor, gereneng, sosokan, tikel alis, sor-soran semua sesuai doa dan harapan empu saat buat keris yang ditempa,” timpalnya.
Sementara itu, Gus Heri praktisi komunitas Tosan Aji Nusantara, asal Surabaya mengatakan, keris dapur jalak merupakan salah satu keris dapur lurus dari tiga keris wajib yang mesti dimiliki masyarakat tempo dulu. ‘’Selain keris dapur jalak, biasanya ada dua keris lainnya sebagai pelengkap,’’ katanya.
Seperti keris dapur tilam sari dan keris dapur brojol. Khusus keris dapur jalak, dia mengatakan mengandung filosofis khusus. ‘’Dapur jalak salah satu keris dapur tertua yang ada di bumi Nusantara dan dijadikan iconic sebagai perlambang penjaga negara,” katanya.
Karena dianggap melambangkan kebersamaan raja, selaku pelindung seluruh rakyat, petani beserta kehidupan agraris. “Filosofi dan doa yang terkandung dalam keris pamor jalak, Insya Allah membuat pemilik keris jalak mencapai kemuliaan, rezeki melimpah tiada kekurangan, menjadikan orang terhormat, dihormati semua lapisan masyarakat, mempunyai jabatan yang tinggi, dan mengayomi masyarakat dan keluarga,” jelasnya.
Menurutnya, filosofi dan doa empu penempa itu, berlaku untuk seluruh keris dengan dapur jalak secara umumnya. Mengingat cukup banyak jenis keris dengan dapur jalak yang beredar di masyarakat. ‘’Seperti keris jalak buda, keris jalak sangu tumpeng, jalak ngore, nyucup madu, maupun jalak tilam. Semua filosofinya sama untuk keris dapur jalak, hanya ada perbedaan seni dikit,” tutupnya.
Menurutnya, pemilik keris tidak perlu takut dengan hal hal mistis, karena keris merupakan benda yang dijadikan sebagai senjata untuk melindungi pemiliknya. “Keris ini warisan budaya yang sudah diakui dunia, mesti bangga punya keris di rumah. Orang Indonesia harus punya keris, karena ini budaya asli warisan leluhur kita,” ucapnya. (zul/)