Fondasi Mental Terganggu, Perilaku Tidak Rasional

Dr Anrilia Ema M Ningdyah SPsi Med PhD, mengatakan sudah banyak penelitian yang menunjukkan penggunaan teknologi digital secara berlebihan dan tidak bertanggung jawab. Baik itu pengguna smartphones, tablet, ataau alat-alat dengan akses internet lainnya.

“Penggunaan tidak sesuai usia, melebihi waktu penggunaan yang disarankan. Sehingga menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap kesehatan mental," ujar Anrilia, psikolog dari Magna Penta Consulting, RS Hermina, dan RSUD Siti Fatimah Az-Zahra Provinsi Sumsel.
Menurutnya, pada anak-anak penggunaan yang disarankan rata-rata maksimal satu jam per hari. Sudah termasuk bermain game online, nonton televisi, akses media sosial, dan lainnya. Lebih dari satu jam, maka risiko terhadap kesehatan, mental anak menjadi semakin meningkat. Seperti keluhan gangguan fungsi (belajar, rutinitas harian, sosialisasi), psikologis (depresi, kecemasan, dampak bully virtual, perilaku ketergantungan, dan lainnya). “Apalagi bila konten yang diakses anak tidak diatur sesuai usianya,” tukasnya. Terutama konten-konten mengandung unsur-unsur kekerasan dan pornografi. Cukup banyak didapati pada game-game online saat ini. “Ini memicu anak-anak terjebak dengan hal-hal yang seharusnya idak terjadi pada anak seusianya. Seperti perilaku cabul,” ulasnya. Sehingga dia menyarahkan bila orang tua merasa sudah perlu memberikan fasilitas teknologi digital untuk anak, maka perlu perhatikan beberapa hal ini. Anak di bawah usia 13 tahun, harus didampingi dalam aktivitas menggunakan teknologi digital. Begitu di sekolah, pendampingan dilakukan oleh guru. Karena beberapa sekolah ada yang menggunakan teknologi digital untuk akses konten pembelajaran. “Saat di rumah, pendampingan harus oleh orang tua atau pengasuh yang diberi wewenang," jelasnya. Kemudian, sambung Anrilia, akses konten dan penggunaan media sosial harus tetap sesuai usia anak. Contoh, Instagram dan Facebook mensyaratkan usia minimal 13 tahun. "Ini sudah sesuai dengan perkembangan executive function pada anak," katanya. Orang tua juga harus menerapkan proteksi Informasi Teknologi (IT) untuk setiap fasilitas teknologi digital yang digunakan anak.
"Pelajari dari ahli IT, dan terapkan. Misalnya untuk anak di bawah 13 tahun gunakan search engine yang sesuai, yang sudah menerapkan proteksi konten," imbuhnya.
Anrilia sendiri pernah menangani pasien yang kecanduan games online. Namun tidak banyak. Tidak spesifik pula jenis permainannya. Kondisinya bermacam-macam. Ada yang mogok makan karena dilarang orang tuanya bermain games, dan gadget-nya disita. "Karena sudah ketergantungan, perilakunya menjadi tidak rasional lagi," ungkapnya. Selain itu ada kasus lain. Ada anak yang kondisinya terganggu fungsi akademik dan sosial, karena tidak bisa melepaskan diri secara wajar dari permainan games. Penanganannya, tentu tergantung kasusnya. Tapi secara umum, psikoterapi jenis kognitif. Perilaku merupakan treatment dengan tingkat efektivitas yang baik untuk kasus-kasus ketergantungan seperti ini. “Segera hubungi profesional jika putra/putri terindikasi memiliki perilaku kecanduan bermain games," imbaunya . Sebab bagi anak yang sudah terkondisi seperti itu, tidak dapat membagi waktu antara bermain dan peran-peran lain (akademik, sosial). Fungsi-fungsi yang membangun fondasi mentalnya, menjadi terganggu. Seperti tidur tidak mencukupi, pola makan tidak teratur, pola aktivitas tidak berimbang, pola sosialisasi sempit. “Serta gangguan emosi atau gangguan perilaku. Terutama jika diingatkan atau diberi tahu batasan yang wajar,"tandasnya. (nni/air)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan