Unta Menjadi Penentu

UNTA merupakan binatang peliharaan yang setia. Unta tersebut menuruti setiap perintah yang diberikan Nabi Muhammad saw. Saat Rasulullah hijrah, unta tersebut menjadi penentu rumah bagi Rasulullah tanpa diperintah. Ajaib bukan? Yuk kita ikuti kisah sang unta yang menjadi penentu tersebut.

Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah disambut gembira penduduk Madinah. Sepanjang jalan, orang-orang berdiri menyambut beliau. Mereka membuka pintu rumah lebar-lebar dengan harapan rasulullah singgah di rumah mereka. “Ya Rasulullah, tinggallah di rumah kami,” tawar penduduk Madinah pada Rasulullah saat melintasi rumahnya.

Ada juga yang sampai mencegat Rasulullah. “Ya Rasulullah, sudilah kiranya engkau tinggal di rumah kami. Keperluan dan keamanan engkau terjamin sepenuhnya,” teriak yang lain.

Namun Rasulullah tersenyum mendapatkan tawaran tersebut. Rasulullah  memutuskan, “ Biarkanlah untaku berjalan kemana ia mau, karena ia sudah mendapat perintah dari Allah,” sabda Rasulullah.

Rasulullah lalu melepas tali kekang untanya, unta itu terus berjalan tanpa dipandu oleh Rasulullah. Semua mata memandang penuh harap, ketika unta itu berhenti sejenak di depan sebuah rumah, si pemilik rumah langsung gembira. Tapi lalu ia kembali kecewa karena unta tersebut kembali berjalan. Sampai disebuah lapangan, yaitu di muka rumah Abu Ayyub Al Anshary untuk itu berlutut. Unta itu mengelilingi rumah itu lalu berlutut kembali.

Siapa gerangan Abu Ayyub Al Anshary ? sahabat ini bernama asli Khalid bin Zaid bin Khulaib dari Bani Najjar, gelarnya Abu Ayub. Setelah untanya berlutut, Rasulullah lalu bersabda,” Untaku telah memilih rumah ini,” yang langsung di sambut takbir sang pemilik rumah “Allahu Akbar,” yang merasa sangat gembira.

Tergopoh-gopoh Abu Ayyub menyambut Rasulullah. Diangkatnya barang-barang beliau dengan kedua tangannya dengan hati-hati, lalu dibawa ke rumahnya. Rumah Abu Ayyub bertingkat dua, bagian atas kemudian dikosong untuk tempat tinggal Rasulullah.

Tetapi, Rasulullah lebih suka tinggal di bawah. Setelah malam tiba, Rasulullah masuk ke kamar tidur, Abu Ayyub dan isterinya naik ke tingkat atas, ketika hendak tidur, Abu Ayyub tersadar. “Aduh..., kita berada di atas Rasulullah, kita bisa menjadi penghalang bagi wahyu untuk turun ke Nabi,” kata Abu Ayyub cemas.

Lalu suami isteri itu pindah ke pojokan, sedaya upaya tidak tepat berada di atas Rasulullah, semalam suntuk kedua suami isteri tersebut gelisah.

Esok paginya, Abu Ayyub berkata, “semalam kami tidak bisa tidur ya Rasulullah,”. “Mengapa begitu” tanya  Rasulullah. “Aku ingat, kami berada di atas, sedangkan Rasulullah yang mulia berada di bawah. Apabila bergerakl sedikit, abu berjatuhan mengenai Rasulullah. Di samping itu, kami menghalangi Rasulullah dari wahyu,” kata Abu Ayyub sambi gemetar.

“Tenang sajalah, hai Abu Ayyub, aku lebih suka tinggal di bawah, karena akan banyak tamu yang datang berkunjung,” terang Rasulullah. Abu Ayyub mengerti keinginan Rasulullah, namun ia jadi semakin berhati-hati agar tidak mengganggu Rasulullah.

Kebaikan hati dan penghormatan Abu Ayyub kepada Rasulullah sangatlah besar. Hal ini tercermin antara lain dari kejadian pecahnya bejana di rumah mereka pada suatu malam yang dingin, “Aduh bahaya, airnya bisa mengalir ke bawah!” kata Abu Ayyub cemas.isterinya kemudian mencari kain lap, tapi lap itu terlalu kecil sehingga air masih menggenang.

Tanpa pikir panjang, Abu Ayyub segera mengeringkan air itu dengan baju yang sedang dipakainya. Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan, setelah Masjid Rasulullah selesai dibangun, beliau pindah ke kamar yang dibuatkan untuk beliau dan para isteri disekitar Masjid Nabawi. Walaupun sudah pindah, Rasulullah masih sering mengunjungi Abu Ayyub. Abu Ayyub senantiasa menyambut Rasulullah dengan suka cita. (*)  

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan