Kami Bukan Penjahat

* Organisasi Profesi Minta Setop RUU Kesehatan

* UU Lex Spesialis Dicabut

SUMSEL - Lima organisasi profesi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Selain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ada Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Kelima organisasi profesi ini menyerukan aksi damai nasional di Jakarta. Mulai hari ini (Minggu, red) dengan agenda silaturahmi dan konsolidasi nasional dokter Indonesia. Puncaknya, Senin (8/5) aksi damai nasional meminta pemerintah menghentikan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Seorang tenaga kesehatan (nakes) Palembang, Ar mengaku sudah mendengar kabar akan ada aksi damai besar-besaran di Jakarta. “Kalau baca-baca, memang harus ditolak. Masak kami kerja dibayangi ancaman pidana. Kita juga manusia. Kami nakes, bukan penjahat,” ujarnya, kemarin.

Ketua Harian Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumsel, dr Haikal Mubarak, mengatakan, dari Sumsel akan kirim 30-40 perwakilan nakes untuk ikut demo nasional. Ada perwakilan IDI, PPNI, IBI, PDGI, dan IAI. BACA JUGA : Songket Mendunia

“RUU Kesehatan cenderung tidak melindungi. Tenaga medis dan nakes rentan pidana, dikriminalisasi,” tambahnya. Ada enam UU Lex Spesialis yang dicabut dengan adanya RUU Kesehatan. Yakni UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 38/2014 tentang Keperawatan dan UU No 4/2019 tentang Kebidanan. Jika enam UU itu dicabut, dia khawatirkan aparat penegak hukum akan lebih mengutamakan undang-undang yang berlaku umum (KUHP).

Ada beberapa pasal dalam RUU Kesehatan yang bakal jadi ancaman karena mengatur sanksi pidana penjara dan denda terhadap tenaga medis dan nakes. Misalnya, Pasal 466 ayat (1) ‘Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan yang tidak mempunyai SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak kategori V (Rp500 juta)’.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan