Revitalisasi Sekolah di Daerah 3T: Guru Dulu, Teknologi Kemudian
Revitalisasi Sekolah di Daerah 3T: Guru Dulu, Teknologi Kemudian-Foto: IST -
sumateraekspres.id - Di ujung negeri, di antara perbukitan sunyi dan jaringan internet yang kerap terputus, berdiri sekolah-sekolah kecil yang menjadi tumpuan harapan banyak anak bangsa.
Mereka adalah bagian dari wilayah 3T—Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal—yang hingga kini masih berjuang mengejar ketertinggalan dalam pendidikan.
Dalam upaya revitalisasi sekolah di daerah 3T, satu pertanyaan besar muncul: Apakah teknologi harus lebih dulu hadir daripada guru?
BACA JUGA:Kontrakan Petugas Security BNN di Tebing Tinggi Dibobol Maling, Motor Aerox Baru Tiga Bulan Raib
Guru: Fondasi Kehidupan Sekolah
Sebelum jaringan internet dibangun, sebelum tablet dan proyektor dikirim, ada satu hal yang jauh lebih penting—kehadiran guru yang kompeten dan berdedikasi.
Guru di wilayah 3T tidak hanya menjadi pengajar; mereka adalah fasilitator, motivator, sekaligus inspirator. Di tengah keterbatasan buku dan akses informasi, guru sering kali menjadi satu-satunya jendela pengetahuan bagi murid-muridnya.
Tanpa guru yang mampu menyesuaikan metode belajar dengan kondisi lokal, segala bentuk teknologi canggih hanyalah alat tanpa makna.
BACA JUGA:Lulusan SMK dan Tantangan Revolusi Kendaraan Listrik di Indonesia
BACA JUGA:PLN Umumkan Jadwal Pemadaman Listrik Palembang 8–9 Oktober 2025, Cek Wilayah Terdampak di Sini
Teknologi Tak Bernilai Tanpa Penguasaan Guru
Memasukkan teknologi ke sekolah memang langkah penting, tetapi tidak akan berarti jika guru tidak siap menggunakannya.
Tablet pembelajaran, proyektor interaktif, hingga jaringan daring pendidikan tidak akan efektif tanpa kompetensi digital di tangan pendidik.
Revitalisasi pendidikan sejatinya dimulai dari pelatihan, pendampingan, dan pemberdayaan guru agar mereka bisa mengintegrasikan teknologi dengan cara yang sesuai kebutuhan siswa.
Ketika Teknologi Tak Menyentuh Hati
Di banyak daerah 3T, masalah utama bukan hanya soal ketiadaan internet, melainkan juga keterbatasan listrik, bahan ajar, dan lingkungan sosial.
