Kalau Sakit Bakal Sulit, Menkes: BPJS Kesehatan Belum Mampu Tanggung 100 Persen

Jumat 17 Jan 2025 - 21:59 WIB
Reporter : tim
Editor : Edi Sumeks
Kalau Sakit Bakal Sulit, Menkes: BPJS Kesehatan Belum Mampu Tanggung 100 Persen

"Kalau banyak dibatasi berobat, kami selaku masyarakat tentunya keberatan. Sudah bayar, tidak dapat layanan maksimal," imbuh dia.

Terpisah, Menkes Budi Gunadi Sadikin menekankan, wajar saja tidak semua jenis penyakit yang pengobatan dan biaya pengobatannya ditanggung BPJS Kesehatan. Hal ini disebabkan terbatasnya biaya yang dapat ditanggung. "BPJS hanya meng-cover biaya untuk masing-masing treatment yang masuk dalam paketnya," katanya.

BACA JUGA:Komisi IV DPRD Pantau Tunggakan BPJS Rp18 M, Begini Target Dinkes Ogan Ilir dan  Layanan Kesehatan!

BACA JUGA:Daftar Hingga Ambil Obat Masih Banyak Keluhan, Pasien BPJS Kesehatan Seperti Dianaktirikan

Misalnya, untuk penyakit jantung, yang di-cover mungkin hanya pasang ring. Kalau biayanya lebih tinggi dari itu maka hanya sekitar 70-80 persen yang ditanggung. Hal ini wajar mengingat iuran BPJS Kesehatan saat ini hanya Rp 48.000 per bulan untuk kelas tertentu. 

“Bayangkan, ada pengobatan yang biayanya puluhan juta hingga ratusan juta. Dengan iuran hanya seperti itu, tidak cukup untuk meng-cover seluruh kebutuhan pengobatan,” cetusnya. Meski ada keterbatasan, tapi BPJS tetap memberikan manfaat besar bagi masyarakat. 

"Kita terbuka soal ini agar masyarakat bisa memahami dan mempersiapkan solusi tambahan,” imbuh Menkes. Ditambahkannya, masyarakat bisa menggunakan asuransi swasta untuk mengatasi selisih biaya pengobatan dalam penggunaan BPJS Kesehatan. 

Pemerintah sedang memperbaiki mekanisme agar masyarakat memiliki perlindungan tambahan melalui asuransi swasta. "Ini yang sedang diperbaiki oleh pemerintah agar masyarakat tidak terbebani biaya besar saat sakit. Jangan begitu sakit bayar ratusan juta,” tutur Budi. 

Idealnya, jika BPJS tidak bisa menanggung semua, sisanya dapat di-cover oleh asuransi tambahan di atas BPJS Kesehatan. Budi mengatakan, saat ini pemerintah sedang memperbaiki agar sistem kesehatan di Indonesia agar tidak memberatkan masyarakat. 

Klaim Pending

Gelagat mulai kelimpungannya BPJS Kesehatan dalam mengelola pembiayaan tergambar dari tertunggaknya pembayaran sebagian klaim pengobatan. Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Pusat, Iing Ichsan Hanafi mengungkapkan, sejak Agustus 2024, pihaknya menerima banyak keluhan dari rumah sakit yang klaimnya mengalami pending.

Ichsan mengatakan, pihaknya pun mengadakan survei tentang klaim yang mandek untuk periode Agustus hingga Oktober 2024. Total ada 211 rumah sakit swasta di Jawa, Bali, dan Kalimantan mengisi sigi. “Selama ini kan mereka mengeluh klaimnya di-pending, makanya kami minta data ke teman-teman rumah sakit,” bebernya.

Hasilnya, per Agustus 2024 saja rata-rata klaim mandek mencapai 14 persen. Total nominal klaim mandek setara dengan Rp395,6 miliar. Artinya, hanya 84 persen pengajuan klaim rumah sakit yang dinyatakan layak oleh BPJS Kesehatan. Sisanya, masih tersangkut proses verifikasi. 

Bulan berikutnya (September), persentase rata-rata pending claim naik menjadi 16,2 persen. Dari rumah sakit peserta survei, didapatkan nominal klaim mandek mencapai Rp396,5 miliar. Pada Oktober 2024, klaim mandek tiba-tiba melonjak menjadi 19,6 persen. Nominalnya juga meningkat drastis Rp 575,4 miliar.

Pending claim tak hanya dialami rumah sakit swasta. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat, rata-rata klaim rumah sakit anggotanya baik milik pemerintah maupun swasta yang tertahan di BPJS Kesehatan naik sekitar 20 persen. Bahkan akhir 2024, rata-rata klaim rumah sakit yang tertahan mencapai 30 persen.

Terhambatnya klaim rumah sakit di BPJS Kesehatan dapat disebabkan oleh alasan administrasi. Misalnya, BPJS Kesehatan menyatakan berkas klaim yang diajukan rumah sakit tak lengkap. Klaim mandek bisa juga karena tindakan medis dinilai lembaga jaminan sosial itu tak sesuai dengan diagnosis. Klaim juga dapat terhambat karena ada kekurangan dalam proses koding.

Kategori :