BACA JUGA:Kemendagri Bersama BPPIK Fokus Evaluasi Program Pembangunan Daerah
BACA JUGA:Jam Kerja dan Gaji PPPK Paruh Waktu, Apa yang Perlu Diketahui?
Kepala Kejati Sumsel, Yulianto, sebelumnya mengungkapkan bahwa tanah yang dijual tersebut seluas 2.800 m² dan terletak di Jalan Mayor Ruslan, Kota Palembang, dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp17 miliar.
Modus operandi yang digunakan oleh pelaku adalah dengan membuat dokumen palsu, termasuk KTP dan data-data yang dimanipulasi untuk mengalihkan kepemilikan tanah tersebut.
Yulianto menambahkan bahwa meskipun tanah tersebut tercatat di peta asli BPN sebagai milik Yayasan Batanghari Sembilan, sertifikat tanah tersebut berhasil diubah dan dijual.
BACA JUGA:SMK Aisyiyah Insan Utama Prabumulih Dibobol Maling, Pelaku Ditangkap Polisi
BACA JUGA:Mau Belajar atau Bekerja? 10 Rekomendasi Tablet Terbaik 2025 Ini Siap Menemani Aktivitasmu!
Saat ini, pihak penyidik tengah mendalami lebih lanjut apakah pihak pembeli tanah tersebut terlibat dalam proses penjualan ilegal ini.
Diketahui, tanah yang dibeli seharga sekitar Rp1 miliar itu pada waktu itu diperkirakan bisa bernilai jauh lebih tinggi, mencapai belasan miliar rupiah.
Selain kasus tanah di Jalan Mayor Ruslan, perkara ini juga terhubung dengan kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan lainnya di Yogyakarta, berupa mes asrama mahasiswa ‘Pondok Mesudji’.
BACA JUGA:SMK Aisyiyah Insan Utama Prabumulih Dibobol Maling, Pelaku Ditangkap Polisi
BACA JUGA:Mau Belajar atau Bekerja? 10 Rekomendasi Tablet Terbaik 2025 Ini Siap Menemani Aktivitasmu!
Empat terdakwa terkait kasus ini kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang.
Mereka adalah Zurike Takarada, Ngesti Widodo (pegawai BPN Yogyakarta), Derita Kurniawati (notaris), dan Eti Mulyati (notaris).
Tim JPU Kejati Sumsel dan JPU Kejari Palembang mendakwa mereka telah merugikan negara sebesar Rp10,6 miliar.
BACA JUGA:Tunjangan Sertifikasi 2025 Berlaku Pemotongan, Ini Besarannya