Aceh, terutama Banda Aceh dan daerah sekitar Meulaboh dan Calang, menjadi wilayah yang paling parah terdampak.
Infrastruktur di seluruh wilayah tersebut hancur total, dan ribuan orang meninggal dunia, sementara ribuan lainnya hilang tanpa jejak.
Bencana ini menyebabkan kekacauan total di Aceh pada hari pertama setelah tsunami. Banyak korban selamat yang terjebak di reruntuhan bangunan, sementara jenazah bertebaran di jalan-jalan.
BACA JUGA:BMKG Prediksi Cuaca Sumsel Selasa: Musi Banyuasin hingga Prabumulih Alami Hujan Petir
BACA JUGA:Tanda-Tanda Honorer Lulus PPPK: Tips Persiapan Lengkap Agar Sukses Raih Impian Karir
Pemerintah Indonesia segera mengerahkan TNI dan Polri untuk melakukan evakuasi darurat, meskipun keterbatasan logistik menjadi tantangan besar dalam operasi tersebut.
Bantuan internasional mulai berdatangan beberapa hari setelahnya. Organisasi-organisasi seperti PBB, Palang Merah, dan berbagai LSM internasional mengirimkan tim medis, logistik, serta sukarelawan untuk membantu para korban.
Di Aceh, diperkirakan lebih dari 170.000 orang meninggal, sementara puluhan ribu lainnya hilang dan sekitar 500.000 orang terpaksa tinggal di pengungsian selama bertahun-tahun.
BACA JUGA:Waspada! Hujan dan Petir Warnai Cuaca Palembang Hari Ini, Pantau Real-Time di Situs BMKG
Kerusakan ekosistem pesisir juga sangat parah, termasuk hutan bakau dan terumbu karang yang rusak, yang berpengaruh pada mata pencaharian nelayan setempat.
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh menjadi salah satu proyek terbesar dalam sejarah Indonesia, melibatkan negara-negara dan organisasi internasional.
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) dibentuk untuk mengelola dana bantuan yang mencapai miliaran dolar AS.
BACA JUGA:Pemeriksaan Ketat Senpi di Mapolres Prabumulih: Pastikan Keamanan dan Kepatuhan Anggota Polri
BACA JUGA:Incar Diskon Akhir Tahun? Ini 5 Kesalahan yang Harus Dihindari Saat Berbelanja Online
Infrastruktur yang hancur dibangun kembali, termasuk rumah, sekolah, rumah sakit, dan jalan raya.