Setelah dihancurkan, anak-anak pada nanya uang-nya dicetak lagi nggak Kak? Saya bilang nggak bisa. Uang yang sudah hancur harus dibuang, bisa jadi briket (bahan bakar padat),” ujar perempuan keturunan Jawa Betawi ini.
Lalu ia menunjukkan contoh briket-nya ke siswa. “Ini (briket) uang-uang yang sudah jelek tuh, jadi bayangin kalau uang rusaknya di tangan kalian, berapa banyak harus dihancurkan Bank Indonesia.
Kemudian BI mencetak uang baru lagi. Jika mau Indonesia benar-benar maju, perekonomian berjalan baik, mulai saja dari diri sendiri menjaga Rupiah,” pesan Kak Ninuk.
Ia pun meminta anak-anak bisa mengenali dan menjaga Rupiah supaya tetap ada di Indonesia, seiring keberadaan uang palsu yang kerap beredar di masyarakat. Caranya mengetahui apa saja ciri ciri mata uang Rupiah dengan 3D, yaitu dilihat, diraba, diterawang.
“Anak-anak langsung praktek, melihat uang Rupiah. Warnanya jelas, bentuknya simetris, ada gambar pahlawan, logo NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), dan nominal mata uang.
Kalau diraba, ada fitur keamanan blind code, cetak intaglio pada nominal yang timbul dan terasa kasar. Jika diterawang akan kelihatan rectoverso (gambar saling isi) yang membentuk lambang BI, serta hologram dan benang pengaman,” rincinya.
Khusus mata uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2022, pada benang pengamannya terdapat tulisan BI dan nominal Rupiah, misalnya BI 50 (50.000), BI 10 (10.000), BI 5 (5.000).
“Jika tidak ada tulisan itu, maka uang tersebut dikategorikan palsu. Nah, anak-anak harus tahu itu supaya nanti nggak gampang menerima uang palsu,” sebut Kak Ninuk.
Banyak lagi unsur pengaman uang Rupiah, seperti tanda air (watermark) dan electrotype, tinta berubah warna, tinta tidak dampak, tulisan mikro, tulisan kecil yang hanya bisa dibaca dengan bantuan kaca pembesar, gambar tersembunyi, gambar raster, hingga hasil cetak memendar saat dilihat menggunakan sinar ultraviolet.
“Setelah saya mendongeng, pengaruhnya banyak banget, berdasarkan cerita guru-guru atas laporan orang tua mereka. Contoh saat anak-anak pulang ke rumah, langsung cerita ke orang tuanya.
Sekarang papa mama mereka nggak pernah lagi pakai dompet lipat, tapi dompet panjang,” paparnya. Kemudian uang receh tidak diletakkan sembarangan, tapi di celengan atau dirapikan.
Jika ada teman-temannya mencoret-coret uang kertas langsung memperingatkan. “Eh jangan, kasihan itu Rupiah kita,” katanya.
Ketika mendapat uang jajan dari ayah bunda, mereka tak lagi menggengam, meremas, dan memasukannya ke saku. “Mereka paham, oh berarti nggak boleh uang Rupiah diremas, disimpan di saku, atau tempat terlipat.
Yang benar itu menyimpan di dompet panjang, atau punya plastik uang sendiri,” bebernya. Kemudian anak-anak menyimpan uangnya ke dalam tas.
BI berharap sikap Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah dapat berlangsung terus menerus di semua masyarakat. “Kami juga tak henti roadshow ‘Rupiah Bercerita’ memberikan edukasi ke para pelajar, sebab mereka generasi penerus bangsa.
Hingga Oktober 2024, kami bersama BI telah menyambangi lebih dari 100 sekolah di Kota Palembang, mulai dari tingkat TK/SD, SMP, SMA,” paparnya.