Sementara mengenai pertambangan, diputuskan oleh pemerintah pusat. Menurut Lucianty, persoalan tata kelola minyak masyarakat Muba memang harus segera diatasi dengan baik. “Agar berdampak baik pula untuk kesejahteraan masyarakat Muba secara menyeluruh. Jangan sampai dimonopoli, kalau sekarang ‘kan terkesan masih monopoli,” cetusnya.
BACA JUGA:Menkominfo Ungkap Data Hoax dan Disinformasi di Indonesia, Ini Pesannya untuk Pelajar Palembang
BACA JUGA:Sinergi Tangkal Hoax yang Disebar Medsos, Kabid Humas Polda Sumsel Sambangi Graha Pena
Dan itu menurutnya, ke depan harus perlu dipikirkan. Lanjut Lucianty, mungkin bahasanya itu dicarikan jalan yang baik, sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku. “Belajar dari daerah lain yang sudah berhasil melegalkan minyak olahan tradisional masyarakat,” imbuhnya.
Dia menghadapi Pilkada Muba dengan penuh integritas dan transparansi. Tidak terpengaruh kampanye negatif oleh pihak-pihak tertentu. "Isu-isu negatif itu tidak akan menggoyahkan komitmen saya. Saya percaya, masyarakat Muba sudah cerdas dan bijak dalam menilai calon pemimpinnya," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, mengatakan berkaca pada Pilpres dan Pileg 2024, hoax politik juga akan merebak menjelang pemungutan suara dalam Pilkada serentak 27 November 2024.
Jumlah hoax pada semester I tahun 2024, mencapai 2.119. Jumlah ini hampir menyentuh total temuan hoax sepanjang tahun 2023, yang mencapai 2.330. Dari jumlah 2.119 pada semester I 2024 ini, sebesar 31,6 persen merupakan hoax terkait pemilu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa saat pesta politik besar seperti ini, hoax menjadi alat untuk memengaruhi opini publik. “Pascapilpres, perhatian orang ke pilkada. Ketika politik di daerah mulai menghangat, hoax politik juga tetap ada,” katanya, dalam acara Indonesia Fact Checking Summit (IFCS) 2024 di Jakarta, Kamis (7/10/2024).
Pada Maret 2024, hoax yang ditemukan mencapai 394 kasus. April 328, Mei 412, dan Juni 296 kasus. “Seluruh elemen Bangsa Indonesia berharap pilkada kali ini berlangsung secara transparan, adil, dan dapat dipercaya, juga tanpa hoax,” imbuhnya.
Hoax bersifat lokal, menyasar ke kandidat maupun penyelenggara pemilu. Berdasarkan analisis terhadap hoax semester I tahun 2024, lebih banyak menyasar kandidat 35,1 persen, pemerintah pusat 20,9 persen, KPU 8,9 persen, tokoh politik 5,6 persen, warga 5,2 persen, dan lainnya di bawah 5,0 persen.
“Hoax merusak atau menaikkan citra kandidat. Hoax juga mendelegitimasi pemilu,” ujarnya. Perlu adanya kolaborasi yang lebih luas dari berbagai pihak, seperti pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga media massa, untuk menghentikan hoax.
Semua pihak memiliki peran strategis dalam menyebarkan kebenaran dan melawan disinformasi yang berpotensi merusak proses demokrasi.