Meraih IP 300 dengan PLTS Irigasi, Transisi Energi Bersih Menuju Netral Karbon 2060

Sabtu 05 Oct 2024 - 20:14 WIB
Reporter : Rendi Fadillah
Editor : Edi Sumeks

Soal perawatan PLTS irigasi, ungkap Hopaini, tidak terlalu besar dibanding membeli bensin untuk genset. “Kalau ada pemeliharaan atau kerusakan komponen panel surya yang tak terlampau parah, kami meminta iuran 2 kg beras ke petani. Biasanya setiap kali panen. Uang ini kami gunakan untuk perbaikan ringan,” tandas Hopaini.

Menghemat Biaya Listrik Kantor dan Hotel

Selain sektor pertanian, penggunaan energi baru terbarukan (EBT) juga memberikan banyak keuntungan pada sektor lain, seperti perkantoran dan perhotelan karena mampu menghemat tagihan listrik PLN hingga lebih dari separuhnya. Hal ini pula yang dirasakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumsel usai memasang PLTS rooftop on grid kapasitas 25 kWp pada gedungnya di Jl Angkatan 45 tahun 2020 silam.

“Panel surya atap ini bantuan Pemerintah Pusat dengan anggaran sebesar Rp400 juta. Pengunaannya untuk meningkatkan bauran EBT dan mendukung pengurangan emisi karbon menuju net zero carbon emissions (NZE) atau netral karbon 2060,” ujar Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Sumsel, Dr Aryansyah ST MT, kemarin.

Selain itu, kata dia, mengefisiensi (hemat daya) konsumsi listrik PLN. PLTS mampu mengubah energi surya menjadi energi listrik, yang kemudian masuk (connect) ke sistem kelistrikan PLN. “Dengan panel surya ini kami mampu menghemat biaya listrik hingga 60 persen. Tanpa PLTS atap, tagihan listrik Kantor ESDM sebelumnya mencapai Rp12 juta sebulan. Sekarang dengan kombinasi PLTS-listrik PLN berkurang menjadi Rp6 juta per bulan,” ungkapnya.

BACA JUGA:Syarat Lulus SKD CPNS 2024, Penting untuk Diketahui Para Peserta

BACA JUGA:CATAT, Ini Loh Daftar Uang Rupiah Yang Sudah Dicabut BI, Segera Tukarkan Sebelum Batas Waktu!

Cuma sayang belum semua instansi, perusahaan, atau masyarakat menggunakan PLTS rooftop, lantaran orang menganggap pembiayaan EBT itu mahal. “Padahal yang mahal itu mungkin PLTS atap off grid yang menggunakan baterai, karena harga baterainya lebih dari separuh harga panel surya,” ujarnya. Tapi teknologi kan berkembang, sekarang ada PLTS atap on grid tanpa baterai yang dipakai Dinas ESDM sekarang ini.

“Seperti PLTS rooftop kami, kalau berbaterai itu mungkin harganya menjadi Rp1 miliar lebih, sebab baterainya saja Rp600 juta-an,” lanjutnya. Selain menghemat energi listrik, perawatan PLTS mudah, tinggal bersihkan panelnya. Kalaupun ganti sparepart paling 5 tahun sekali, ada vendor yang me-maintenance.

Sebenarnya, lanjut Ary, PLTS atap on grid juga dapat dipasang di rumah-rumah rakyat secara mandiri dengan kapasitas standar 5-10 kilo volt ampera (kVA). “Harganya sekitar Rp20-40 juta, mungkin mahal bagi masyarakat sehingga berat untuk membelinya. Padahal kalau hitung-hitungan lagi sangat ekonomis, kurangi tagihan listrik hingga 60 persen setiap bulan,” terang Ary.

Ary menyebut, dengan ikut memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber energi bersih sehari-hari, masyarakat berkontribusi menyukseskan program transisi energi untuk lingkungan lebih hijau, mengurangi emisi karbon dan efek rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil, serta mewujudkan netral karbon 2060. “Semakin masif penggunaan EBT ini, semakin sedikit pula pencemaran udara,” pungkasnya.

Di sektor swasta, FIFGROUP turut gencar menggunakan EBT pada kantor-kantor perusahaan. Hingga 24 Juli 2024, finance company ini telah memasang 22 solar panel di kantor cabang seluruh Indonesia, dengan total kapasitas 237,6 KwP. Khusus Kantor Cabang Palembang, kapasitas solar panel-nya sebesar 10,8 KwP. “Pemasangan PLTS atap sebagai kontribusi kita mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca), menyukseskan transisi energi bersih menuju NZE 2060,” ungkap Marketing New Motorcycle (NMC) Director FIFGROUP, Daniel Hartono.

Diketahui Palembang terpilih menjadi salah satu lokasi instalasi panel surya oleh perusahaan lantaran tingkat sinar mataharinya yang tinggi. Data Global Horizontal Irradiation (GHI) menyebutkan intensitas irradiasi matahari tertinggi berada di wilayah Indonesia bagian Selatan (kisaran 1.600 KWh/m2 sampai dengan 2.000 KWh/m2).

Daniel mengajak semua masyarakat berperan aktif mengurangi emisi GRK dan melestarikan lingkungan sekitar guna memberikan tempat tinggal lebih baik kepada anak cucu di masa depan. “Mari kita tingkatkan kesadaran pentingnya keberlanjutan dan mengurangi jejak karbon di bumi. Dengan melakukan hal-hal kecil mulai dari kita, seperti menghemat energi dan memilih sumber daya yang ramah lingkungan. Kita dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih cerah untuk generasi mendatang,” tambahnya.

Sementara Hotel Santika Premiere Bandara Palembang memasang 910 modul panel surya di rooftop lobby, ballroom, dan kamar hotel dengan kapasitas PLTS mencapai 318,5 kWp atau 350 Wp per panel. “PLTS atap kita sistem on grid tanpa baterai, dan memenuhi sekitar 20-30 persen kebutuhan listrik hotel yang tegangannya mencapai 860 kVa. Selebihnya di-backup listrik PLN,” terang Engineer Santika Premiere, Fadli Peudada.

Kendati kontribusinya sedikit dan hanya menyuplai listrik hotel pada siang hari, namun penggunaan PLTS atap telah mengurangi biaya tagihan listrik PLN hingga 30-60 persen. “Sehari produksi PLTS kita mencapai 600 kWp-1 MWp tergantung sengat (suhu) matahari. Jika energi bersih yang dipanen sudah 80 persen, selebihnya 10-20 persen daya listrik akan diekspor ke PLN,” bebernya.

Kategori :