Meraih IP 300 dengan PLTS Irigasi, Transisi Energi Bersih Menuju Netral Karbon 2060

Sabtu 05 Oct 2024 - 20:14 WIB
Reporter : Rendi Fadillah
Editor : Edi Sumeks

SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID - Pompa irigasi tenaga surya Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) menderu pagi itu. Hopaini bergegas menuju bak penampungan (intake) air sungai di pinggir pematangan sawah, setelah menghidupkan power inverter, mesin penggerak pompa air dalam sebuah box biru.

Air deras mengalir dengan debit (kecepatan) 30 liter per detik ke pipa-pipa sepanjang 1 km yang ditanam di tanah kedalaman 1-1,5 meter. Pompa itu menyedot air Sungai Enim, yang selanjutnya didistribusikan ke sawah-sawah petani aktif seluas 30 hektar. Hopaini melihat matahari bersinar terik, menunjuk panel surya (fotovoltaik) berwarna biru yang mengatapi jembatan desa.

“Energi listrik pompa irigasi ini berasal dari sana, makanya kami bisa menyedot air sungai meski tidak ada sumber listrik (jaringan) PLN di pematang sawah,” ujar Ketua Kelompok Tani Sehati Desa Tanjung Raja ini kepada Sumatera Ekspres, Sabtu (28/9). Dikatakan, ada sebanyak 60 panel PV polycrystaline dengan total kapasitas 16,5 kilowatt peak (kWp) atau masing-masing 275 watt peak (Wp) berjajar rapi di atas jembatan. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) itu beroperasi sejak tahun 2020.

“Kalau mengangkut air sungai untuk mengairi sawah, petani tak sanggup. Jaraknya jauh, melewati kebun, ilalang, dan jalan raya, juga menanjak ke atas setinggi 30 meter. Sementara irigasi persawahan butuh air yang banyak,” tutur Hopaini. Sebenarnya, petani bisa menggunakan genset, tapi berbiaya mahal, Rp250-500 ribu sehari untuk beli bensin.

“Energi listrik genset itu dapat menggerakan pompa air, cuma hitung-hitungannya rugi alias tidak balik modal. Tidak sebanding hasil tani, sehingga genset digunakan ketika ada ancaman kekeringan (tidak hujan-hujan, red) saja supaya tidak gagal panen,” bebernya.

BACA JUGA:Bangun PLTS Kapasitas 300 MW, Pemprov Gandeng TBEA Co Ltd

BACA JUGA:PLN Sukses Operasikan PLTS 10 MW, Tunjukkan IKN Dilayani Energi Bersih

Dalam waktu puluhan tahun, petani Desa Tanjung Raja hanya mengandalkan sistem tadah hujan. Namanya bergantung dengan alam, jadi tidak tentu. Panen hanya satu kali setahun, dengan masa tanam saat musim basah, sekitar September-April. Masuk musim kemarau, lanjut Hopaini, masyarakat berhenti bercocok tanam. Tanpa pengairan yang lancar potensi sawah gagal, petani menanggung kerugian.

Tak mau terus-terusan nelangsa, pihaknya mencari cara bagaimana bisa menanam padi 2 kali setahun untuk meningkatkan produktivitas tani. “Tercetuslah rencana bangun sistem irigasi tersier dan kuarter yang nyambung ke Sungai Enim. Karena anggaran Pemerintah Desa terbatas dan petani tak punya uang swadaya, kami mengajukan bantuan dana CSR (corporate social responsibility) ke salah satu BUMN tambang yang beroperasi di Muara Enim,” tuturnya.

Ternyata biaya konstruksi irigasi permanen sangat mahal, butuh banyak material, lahan yang besar, tenaga yang banyak, dan melintasi perbukitan serta jalan raya. BUMN itu menyarankan irigasi permanen diganti irigasi sawah menggunakan pompa air submersible, yang sumber listriknya berasal dari PLTS. Energi alternatif ini jauh lebih murah dan ramah lingkungan. Dana pembangunannya sekitar Rp990 juta.

Sekarang, setelah menggunakan PLTS irigasi, petani tak perlu lagi bergantung sistem tadah hujan. Pengairan sawah bisa dilakukan kapan saja, termasuk musim panas. “Selama ada terik matahari, PLTS beroperasi setiap hari, dari pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Jika sedang hujan, kami gunakan air hujan,” tegasnya.

Paling menguntungkan, kata dia, produktivitas padi berlipat ganda dari produksi semula 4,5-6 ton gabah kering giling (GKG) per hektar per tahun, mengingat musim kemarau petani tetap bisa menanam padi. “Tadinya petani Desa Tanjung Raja hanya satu kali tanam (Indeks Pertanaman/IP 100). Setelah adanya PLTS irigasi, kami menanam 2 kali setahun (IP 200) tanpa hambatan. Target kami 3 kali tanam atau meraih IP 300 atau 5 kali tanam dalam 2 tahun,” ujarnya.

BACA JUGA:Dorong Realisasi EBT, Wujudkan NZE 2060, Pertamina-Sumatera Ekspres Kuatkan Sinergi

BACA JUGA:Tentukan Sistem Kuota PLTS Atap

Pendapatan petani bertambah, kendati mayoritas setiap orang hanya punya lahan ¼-1 hektar. “Dulu karena produksi padi sedikit, petani kita banyak nyambi menjadi buruh harian (bangunan dan perkebunan) untuk cukupi kebutuhan sehari-hari. Kini meningkatnya produksi buat petani lebih sejahtera,” bebernya. Saat ini ada sekitar 32 petani aktif yang bergabung di Kelompok Tani Sehati.

Kategori :