SUMATERAEKSPRES.ID - “Para Habaib, sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.
Mereka bukan hanya sebagai penyebar agama, tetapi juga sebagai penjaga tradisi dan budaya Islam yang telah mengakar dalam masyarakat kita” (Romli, 2020).
BACA JUGA:Ratu Dewa Diminta Ulama-Habaib Jaga Palembang Darussalam
BACA JUGA:Sowan ke Habib Lutfi Usai Pastikan Maju di Pilkada Palembang, Ini Permintaan Finda-Nandriani!
Gerakan anti-Ba'alawi atau anti-Habaib yang menolak nasab mereka tersambung kepada Nabi Muhammad SAW telah menjadi isu yang semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir.
Fenomena ini menimbulkan tantangan signifikan terhadap keutuhan sosial dan religius di Indonesia, negara yang menganut ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan analisis kritis terhadap gerakan tersebut, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap harmoni sosial, identitas budaya, dan stabilitas negara.
Para Habaib atau Ba'alawi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Islam di Indonesia. Mereka dikenal dengan kontribusi mereka dalam bidang keagamaan, sosial, dan budaya.
Dalam sejarah Islam Indonesia, Habaib memainkan peran penting dalam penyebaran Islam dan pengembangan komunitas Muslim.Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul gerakan yang menolak keberadaan dan peran Habaib.
Gerakan ini sering kali dipicu oleh penafsiran yang berbeda terhadap ajaran Islam, serta oleh faktor-faktor politik dan sosial yang mempengaruhi dinamika religius.
Untuk memahami gerakan ini, penting untuk melihat bagaimana konflik ini berkembang dan dampaknya terhadap masyarakat.
Salah satu alasan utama di balik gerakan anti-Ba'alawi adalah kritik terhadap praktik-praktik dan ajaran yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Beberapa kelompok menilai bahwa praktik-praktik seperti ziarah ke makam Habaib atau permohonan doa kepada mereka sebagai bentuk bid'ah atau syirik.
Kritik ini biasanya berasal dari kelompok-kelompok yang mengikuti pendekatan puritan Islam, seperti Wahabi atau Salafi, yang menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang dianggap asli dan tidak terkontaminasi oleh inovasi.
Kelompok-kelompok yang menolak Habaib sering kali didorong oleh ideologi puritan atau reformis yang berusaha untuk membersihkan Islam dari apa yang mereka anggap sebagai penambahan yang tidak sah.