PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang periode 2016 berinisial K diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan.
Aset yang dimaksud berupa sebidang tanah seluas 2.800 meter persegi di Jalan Mayor Ruslan, Palembang, Senin (23/9/2024).
Kasipenkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, membenarkan pemeriksaan tersebut. "Benar, tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel memeriksa satu saksi dalam kasus ini, yakni mantan Sekda Palembang tahun 2016," jelas Vanny.
BACA JUGA:Proses Penentuan Kenaikan Gaji Guru. Menunggu Keputusan Resmi
BACA JUGA:Ada Laporan Pelanggan Ilegal. Penertiban Air Ilegal oleh Perumda Tirta Seguring Betung
Saksi tersebut diperiksa mulai pukul 09.30 WIB hingga selesai, dengan agenda 18 pertanyaan terkait dugaan penjualan aset tanah.
Pemeriksaan ini, menurut Vanny, merupakan bagian dari upaya pendalaman penyidikan kasus, di mana tim penyidik terus mengumpulkan bukti-bukti tambahan.
Sebelumnya, sejumlah saksi telah diperiksa usai serangkaian penggeledahan dan penyitaan dokumen terkait di beberapa lokasi.
Penggeledahan tersebut dilakukan di rumah salah satu saksi berinisial AS (Almarhum) di Jalan Sri Gunting, Komplek PCK Palembang, serta di beberapa kantor pemerintahan, seperti Kantor ATR/BPN Kota Palembang, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palembang, dan Kantor Kelurahan Duku.
BACA JUGA:HUT OKI ke-79 Kenalan dengan Logo dan Filosofinya
BACA JUGA:Jangan Asal Shalat! Ini 6 Syarat Wajib yang Harus Dipenuhi
Dalam rilis kasus yang disampaikan oleh Kepala Kejati Sumsel, Yulianto, aset tanah di Jalan Mayor Ruslan ditaksir bernilai lebih dari Rp33 miliar.
Kasus ini mencuat dalam proses persidangan atas penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan di Yogyakarta, berupa asrama mahasiswa "Pondok Mesudji".
Empat terdakwa sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, yakni Zurike Takarada, Ngesti Widodo (pegawai BPN Yogyakarta), Derita Kurniawati (notaris), dan Eti Mulyati (notaris). Mereka didakwa merugikan negara hingga Rp10,6 miliar.
BACA JUGA:Inovasi Pembayaran Digital: Strategi Baru Pemda dalam Optimalkan Penerimaan Pajak