SUMATERAEKSPRES.ID - Perkembangan dunia advokat di Indonesia tak bisa dipisahkan dari keberadaan organisasi advokat (OA), yang telah hadir sejak zaman kolonial.
Meskipun awalnya terbentuk sebagai wadah untuk advokat di bawah Balie van Advocaten, perjalanannya penuh liku dan rentan akan perpecahan.
Awal Mula: Balie van Advocaten
Pada masa kolonial, jumlah advokat di Indonesia terbatas dan hanya ditemukan di kota-kota dengan landraad (pengadilan negeri) atau raad van justitie (dewan pengadilan). Para advokat tersebut bergabung dalam sebuah organisasi bernama Balie van Advocaten.
Setelah kemerdekaan, pada 1963, terbentuklah Persatuan Advokat Indonesia (PAI), yang setahun kemudian digantikan oleh Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) setelah Kongres Advokat di Solo.
BACA JUGA:Optimalisasi Aset Negara. PT KAI Divre III Tertibkan Aset Tanah dan Bangunan di Lahat
BACA JUGA:Harga Toyota Fortuner 2024: Pilihan Varian, Spesifikasi, dan Simulasi Kredit
Dinamika Organisasi Advokat Setelah Kemerdekaan
Keberadaan Peradin kemudian diikuti oleh munculnya berbagai organisasi advokat lain di Jakarta, seperti PUSBADHI, Fosko Advokat, dan HPHI.
Namun, di era Orde Baru, pemerintah merasa Peradin mengancam dan berusaha melebur organisasi tersebut ke dalam satu wadah tunggal yang dapat dikendalikan.
Pada 1981, dalam Kongres Peradin di Bandung, pemerintah mengusulkan pembentukan satu organisasi advokat tunggal. Namun, konflik internal di Peradin sudah lebih dulu muncul sejak 1977, yang menyebabkan beberapa anggota keluar dan membentuk HPHI.
BACA JUGA:Muratara Lepas Status Daerah Tertinggal, Bukti Kemajuan Signifikan
BACA JUGA:Muratara Lepas Status Daerah Tertinggal, Bukti Kemajuan Signifikan
Kemunculan Ikadin dan Lahirnya Organisasi Baru
Ketidakaktifan organisasi advokat antara 1977-1985 diisi oleh kebijakan pengangkatan advokat oleh Menteri Kehakiman, yang semakin memperuncing perdebatan tentang independensi advokat.
Pada 1985, terbentuklah Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), yang lima tahun kemudian mengalami perpecahan dan melahirkan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Era Orde Baru juga menyaksikan munculnya berbagai organisasi lain, seperti Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), AKHI, SPI, dan HAPI. Pada periode ini, advokat diwajibkan menjadi pengacara praktik selama empat tahun sebelum bisa menjadi anggota organisasi-organisasi tersebut.
BACA JUGA:Tol Betung-Jambi: Solusi Memangkas Separuh Waktu Perjalanan di Jalur Lintas Timur
BACA JUGA:Fakta Hubungan Indonesia-Timor Leste. Dari Pendudukan hingga Kerjasama Harmonis
Era Reformasi dan Pembentukan Peradi
Memasuki era Reformasi, pada 2003, Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) dideklarasikan, dan pada tahun yang sama, UU Advokat No. 18 Tahun 2003 disahkan, yang mengatur bahwa organisasi advokat adalah satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri.
Sebagai tindak lanjut UU tersebut, delapan organisasi advokat yang ada, yakni Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI, sepakat membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Pada 2004, terbentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang resmi diperkenalkan pada April 2005.