SUMATERAEKSPRES.ID - Keris, senjata tikam tradisional yang terbuat dari logam, telah menjadi simbol penting dalam budaya Nusantara, termasuk di kalangan masyarakat Melayu di Sumatera.
Meski keris dikenal luas di Pulau Jawa, masyarakat Melayu Sumatera juga memiliki tradisi kuat dalam penggunaan dan pemaknaan keris.
Salah satu perbedaan mencolok antara tradisi penyimpanan keris di Sumatera dan Jawa terletak pada posisi penempatan keris.
Di Sumatera, keris tidak pernah disembunyikan di belakang pinggang, seperti yang sering dilakukan di Jawa. Sebaliknya, masyarakat Melayu Sumatera selalu menempatkan keris di bagian depan pinggang.
BACA JUGA:Asal Usul Stigma Negatif Terhadap Keris, Mengungkap Fakta di Balik Isu Penjajahan
BACA JUGA:Mengungkap Mitos Kegaiban dalam Keris Nusantara: Antara Realitas dan Simbolisme!
Ini bukan sekadar pilihan estetika, melainkan sebuah simbol kesiapsiagaan—menunjukkan bahwa pemiliknya selalu siap untuk bertarung kapan saja.
Sikap ini mencerminkan karakter masyarakat Sumatera yang dikenal lugas dan jujur, mereka selalu berani menyatakan perasaan secara langsung.
Keris di Sumatera bukan hanya sekadar senjata, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Penempatan keris di depan, yang tegak lurus, dianggap melambangkan huruf Alif dalam aksara Arab, yang memiliki makna filosofis tentang kebenaran dan kejujuran.
Bentuk keris yang lurus ini menjadi ciri khas keris Melayu Sumatera, yang membedakannya dari keris-keris lainnya di Nusantara.
BACA JUGA:Mengenal Tujuh Keris Paling Sakti di Nusantara
BACA JUGA:Terungkap! Asal Usul Keris Berawal dari Palembang, Bukan Tanah Jawa
Bagi masyarakat Melayu Sumatera, keris merupakan simbol pembeda antara yang benar dan yang salah, antara hak dan batil.
Filosofi keris di Sumatera juga terkait dengan tradisi perawatannya. Berbeda dengan tradisi di Jawa yang merendam keris dalam air kelapa atau mewarangi dengan arsenik, masyarakat Melayu Sumatera merawat keris dengan cara yang unik.
Mereka menggunakan asap dari pembakaran dupa atau menyan untuk menjaga agar bilah keris tetap kering, anti-karat, dan tidak lembab saat disimpan dalam sarungnya. Perawatan ini juga memiliki makna simbolis, menjaga keris tetap bersih dan suci, siap digunakan kapan saja.
Dalam masyarakat Melayu Sumatera, keris bukan hanya sebuah benda pusaka, tetapi juga lambang kehormatan dan keberanian.
Ada pepatah yang sering terdengar: "Sekali keris dicabut, pantang pulang masuk sarung tanpa darah." Pepatah ini menggambarkan betapa keris dihormati dan hanya digunakan dalam keadaan yang benar-benar membutuhkan.