PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID - Sejumlah analis memproyeksi pertumbuhan perekonomian Indonesia masih akan melambat. Asumsinya diperkirakan berkisar 4,9 hingga 5 persen hingga akhir tahun ini. Angka tersebut lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,1 sampai 5,2 persen.
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menyatakan, konsumsi rumah tangga masih akan lesu. Adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) tampaknya tidak akan signifikan mendongkrak perekonomian di semester II 2024.
Bahkan, dia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional dari 5,2 persen menjadi 5,04 persen. "Memang ada dampak dari pilkada, namun kontribusinya relatif lebih terbatas dibandingkan dari pemilu," ungkap Josua dalam Economic Review: Mid-Year 2024 Permata Bank, akhir pekan lalu.
Pembentukan modal tetap bruto bakal mendorong perekonomian. Sejalan dengan kepercayaan investor yang meningkat pasca pemilu. Ditambah, potensi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang lebih tinggi jelang akhir tahun yang dapat menarik investasi lebih lanjut ke emerging market, termasuk Indonesia. "Dapat menyebabkan peningkatan investasi langsung dan arus modal masuk. Sehingga memperkuat investasi sektor swasta," kata Josua.
BACA JUGA:Rupiah Ditutup pada Level Rp15.890 per Dolar AS di Tengah Dinamika Ekonomi Global
BACA JUGA:Pj Gubernur Elen Setiadi: Pertumbuhan Ekonomi Sumsel Tertinggi di Sumatera
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, tantangan ekonomi baru akan terlihat pada triwulan III dan IV tahun ini.
Salah satu yang mulai terlihat adalah purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia per Juli 2024yang berada di bawah zona ekspansi. Yakni hanya di level 49,3. Dari sisi konsumsi rumah tangga, khususnya kelas menengah sedang mengalami tekanan.
"Berbeda dari triwulan pertama dan sebagian triwulan kedua yang masih menikmati dari Idul Fitri, seperti mudik," ungkap Bhima. Dari sektor pertambangan penggalian juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat dari 9,3 persen year-on-year (YoY) di tiga bulan pertama 2024 menjadi 3,17 persen YoY.
Penurunan tersebut disebabkan oleh lesunya permintaan khususnya dari Tiongkok. Sektor konstruksi memang menunjukkan peningkatan 7,29 persen YoY. Hanya saja, mayoritas ditopang oleh proyek strategis nasional (PSN).
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap Positif di Tengah Ketidakpastian Global
BACA JUGA:Gerakkan Industri Otomotif, Gerakan Ekonomi
Sangat jomplang ketika dikaitkan dengan real estate yang hanya tumbuh 2,6 persen secara tahunan. "Pertumbuhan yang kecil ini menunjukkan bahwa konstruksinya untuk infrastruktur yang besar. Bukan untuk perumahan," imbuhnya.
Bhima menyoroti belanja pemerintah yang turun drastis. Dari tumbuh 19,9 persen di triwulan I 2024, yang kemudian melorot hanya tumbuh 1,42 persen. Meski memang pada saat itu banyak bantuan sosial (bansos) yang dikeluarkan berkaitan dengan pemilu. "Jadi, ada penyesuaian bansos pascapemilu berkontribusi terhadap pelemahan belanja pemerintah. Setelah pemilu, bansos tidak masif lagi," ujar lulusan University Of Bradford itu.
Dari sisi perdagangan, lanjut Bhima, kinerja ekspor masih positif. Hanya saja kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 21,4 persen. Menurun dibanding triwulan I 2023 sebesar 22,9 persen. Dia mendorong, pemerintah menunda penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Justru menurunkan PPN menjadi 8-9 persen. Mengingat, kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah sedang lesu.