Artinya, ketika syair dinyanyikan, musik berhenti, dan ketika musik dimainkan, penyanyi diam.
Bentuk ini serupa dengan puisi yang berbentuk pantun, sehingga lirik dalam satu bait selalu lebih dari empat baris.
Keistimewaan Senjang terletak pada kompleksitas penyajiannya.
BACA JUGA:Menguak Sejarah Benteng Kuto Besak: Dari Simbol Kesultanan hingga Pusat Perdagangan!
Pesenjang, atau penyanyi Senjang, biasanya bernyanyi sambil menari, baik sendirian maupun berdua, dengan irama yang meski monoton, tetap mampu mengajak audiens terlibat dan terhibur.
Seiring perkembangan zaman, musik pengiring Senjang juga mengalami perubahan.
Dahulu, Senjang diiringi oleh musik tanjidor. Dengan perkembangan musik saat ini, tanjidor sudah jarang digunakan dan digantikan oleh musik melayu atau organ tunggal.
Perubahan ini menyesuaikan dengan selera dan perkembangan musik kontemporer.
BACA JUGA:Solusi Ampuh untuk Mengatasi Sering Lupa dalam Kehidupan Sehari-hari!
BACA JUGA:Posisi Tahi Lalat dan Maknanya, Cek Yuk, Bisa Jadi Pembawa Keberuntungan
Pada masa lalu, pesenjang sering kali menciptakan senjang secara spontan, menyesuaikan tema dengan situasi yang dihadapinya.
Kini, keterampilan seperti itu semakin jarang. Pesenjang biasanya menyiapkan senjang jauh hari sebelumnya, dan sering kali membaca teks yang telah dipersiapkan.
Struktur Senjang sendiri terdiri dari tiga bagian: bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup yang biasanya berisi permohonan maaf dan pamitan dari pesenjang.
Makna dan nilai yang terkandung dalam Senjang sangat beragam, mulai dari nasihat, ajaran moral, kritik, hingga pesan-pesan edukatif yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Hello Café Berkolaborasi dengan Sanrio, Hadirkan Sentuhan Hello Kitty yang Menggemaskan