PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Hujan gerimis membasahi kebun kopi Jansah di Kampung Kopi Salipayak, Desa Jokoh, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, Provinsi Sumsel. Udara dingin kaki Gunung Dempo, pada ketinggian perbukitan 800-1000 mdpl, serasa menusuk dada. Lamat-lamat terdengar suara katak menyahut di empang, gerombolan bebek menyusul turun ke air, dan anak ayam berteduh di bawah rumah.
Jansah membuka pintu, mengeluarkan setengah karung pupuk NPK Kopi, lalu seusai rintik hujan berhenti, petani kopi itu melangkah gontai menuju kebun sambil membawa cangkul. Di sana ia memiliki sekitar 2.500 batang kopi robusta berumur 20-an tahun yang ditanam berjarak per 2,5 meter per batang.
Pada awal musim basah November ini, Jansah semakin sering turun ke kebun memupuk tanaman kopi. Setiap pagi, ia bergiliran mencangkul tanah seputar tumbuhan lalu menyebar pupuk NPK Kopi produksi PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang secara merata. Pemupukan ini ke semua area batang kopi agar tumbuh subur, nutrisi dan proteinnya cukup, serta berbuah rimbun.
“Biasanya saya melakukan pemupukan 2 kali setahun, pertama awal musim hujan November-Desember karena tanahnya lembab sering diguyur hujan. Pupuk lebih cepat diserap akar tanaman,” kata Jansah. Pemupukan kedua akhir musim hujan atau sekitar Febuari-Maret supaya buahnya cepat berbobot dan lebat, panennya bulan April-Mei.
BACA JUGA:Rahasia Kopi Lanang: Citarasa Kuat dan Khas dari Robusta Sumatera, Penikmat Kopi Harus Merapat Nih!
BACA JUGA:Petani Kopi Diserang Tetangga Berkebun, Luka 3 Tusukan di Punggung, Kades Sebut Pelaku agak Kurang
Total sepanjang tahun, Jansah bisa menghabiskan 200 kg atau 4 karung (@50 kg/karung) pupuk NPK Kopi untuk satu hektar kebun kopi miliknya. “Tanaman kopi ini panennya satu kali setahun,” ujarnya. Sejak menggunakan pupuk non subsidi ini tahun 2021, ia mengaku produksi kopi robustanya meningkat signifikan.
“Penggunaan pupuk NPK besar sekali pengaruhnya, kalau tidak dipupuk tumbuhan sulit subur dan rindang,” imbuh Jansah. Semula produksi kopinya hanya 800-900 kg per hektar, setelah memakai NPK Kopi naik menjadi 1,3-1,5 ton per hektar per tahun. Artinya melipatgandakan hasil buah hampir 2 kali lipat dari panen biasanya, maka tak heran Jansah kini lebih sejahtera kendati hanya mengandalkan kopi sebagai pendapatan sepanjang tahun.
Jika dihitung harga biji kopi kering saat ini Rp36 ribu per kg, pendapatan (kotor) Jansah mencapai Rp54 juta per tahun dari menjual biji kopi saja. Ini jauh lebih menguntungkan ketimbang tidak menggunakan pupuk sama sekali, atau mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk NPK Kopi non subsidi.
Perhitungannya, tanpa pupuk penghasilannya Rp28,8 juta dengan produksi 800 kg kopi per hektar. Sementara dengan pupuk NPK Kopi yang harganya Rp550 ribu per karung, ia hanya mengeluarkan uang Rp2,2 juta untuk memperoleh tambahan pendapatan Rp25,2 juta menjadi Rp54 juta.
Karenanya sejak kebun kopi Jansah menjadi demplot (demonstration plot) atau kebun percontohan NPK Kopi dalam Program Makmur (Mari Kita Majukan Usaha Rakyat) PT Pupuk Indonesia (Persero) melalui anak perusahaannya PT Pusri Palembang tahun 2021, hingga kini ia merasa “ketergantungan” dengan pupuk tersebut.
Ceritanya sebelum peluncuran produk NPK Kopi, PT Pusri Palembang memilih kebun Jansah sebagai percontohan penggunaan pupuk majemuk dengan kandungan unsur hara N (Nitrogen), P (Phospat), dan K (Kalium) yang diformulasikan sesuai kebutuhan tanaman kopi TM (tanaman menghasilkan) itu.
“Sebagai demplot, saya dibantu pupuk cuma-cuma sebanyak 200 kg kala itu dan hasilnya luar biasa. Produksi kebun kopi saya meningkat banyak, itulah kenapa saya gunakan sampai sekarang,” beber pria yang sudah geluti profesi petani kopi 15 tahun ini. Walau harus membeli NPK Kopi non subsidi, bagi Jansah tidak rugi. Pupuknya pun mudah didapat di agen-agen atau distributor yang ada.