PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Dugaan mega korupsi sektor pertambangan ilegal batu bara di Sumsel tengah diusut jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Disinyalir ada kaitan dengan tidak melakukan pengisian data inventarisasi pendahuluan kepatuhan reklamasi dan pascatambang.
Setelah beberapa lama dipendam, akhirnya kasus ini resmi diekspose, meskipun baru sebatas informasi awal.
Layak disebut mega korupsi karena kerugian negara dalam kasus ini diprediksi mencapai triliunan rupiah.
Penyidik Pidsus Kejati Sumsel menaikkan status kasus dugaan korupsi dalam aktivitas penambangan jenis batu bara dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
“Sekarang sudah naik ke penyidikan. Tim penyidik sedang melakukan ekspose dengan BPK pusat,” ujar Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH, kemarin.
Selanjutnya, tim penyidik akan melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap para saksi terkait dalam dugaan kasus korupsi tersebut. Juga bakal segera menetapkan tersangka dalam kasus ini.
BACA JUGA:Penyidik Kejati Sumsel Melakukan Pengembangan Kasus Korupsi Distribusi Semen di PT Semen Baturaja
BACA JUGA:Korupsi Penjualan Aset Asrama Dikonfrontir, Zurike Takarada Ngaku Tak Kenal 3 Tersangka Lain
Terkait perusahaan apa serta modus dan kerugian negara yang ditimbulkan, Vanny mengatakan saat ini pihaknya belum bisa merincikannya. “Nanti pasti akan kita informasikan jika memang ada perkembangan terbaru," ucapnya.
Informasi yang dihimpun, ada puluhan perusahaan tambang yang terkait kasus ini. Berlokasi di Muara Enim dan Lahat. Sejak Desember 2023 lalu, beberapa pejabat kementerian sudah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh Kejati Sumsel.
Sebelumnya Kejati Sumsel telah memanggil Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Hendardi pada 23 Desember 2023 lalu.
Direktur perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Desa Ulak Pandan, Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat telah dipanggil pada 18 Januari 2024 lalu. Namun, saat dilakukan penelusuran pada situs resmi Kementerian ESDM, perusahaan ini tidak lagi muncul, yang secara sederhana dapat diartikan telah tidak lagi melakukan aktivitas produksi.
Selain itu, ada lagi perusahaan yang tidak lagi dalam masa produksi yang ikut dipanggil oleh penyidik Pidsus Kejati Sumsel. Perusahaan yang pernah mendapat proper meraih lingkungan hidup Kementerian LHK juga ikut dipanggil.(nsw/)