SUMATERAEKSPRES.ID - Banyaknya calon dokter spesialis yang alami depresi berdasarkan hasil skrining yang dilakukan Kemenkes mendapat tanggapan dari Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi SpOT.
Adib menjelaskan, dalam program residen ada yang namanya pembelajaran klinis dan ada pula pelayanan medis. “Jadi, PPDS menjalankan pelayanan tapi juga mendapatkan pembelajaran,” ujarnmya.
Pembelajaran yang didapat berupa tugas ilmiah dan bimbingan. “Tapi dia punya tanggung jawab juga untuk memberikan pelayanan ke pasien,” jelas Adib.
Karena mahasiswa PPDS ini sudah memberikan pelayanan kepada pasien, maka sudah sepatutnya mereka mendapatkan bayaran. “Saat berikan pelayanan, mahasiswa PPDS statusnya sebagai tenaga medis, tenaga kesehatan yang ada dalam institusi pelayanan tadi yang memberikan pelayanan,” bebernya.
BACA JUGA:Skandal Kasus Asusila Oknum Dokter RS BMJ Berakhir Damai, Benarkah? Ini Kata Kuasa Hukum Korban
Pemberian insentif terhadap PPDS sudah diatur dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran Tahun 2013. Hal ini sudah disebutkan secara jelas di pasal 31. PPDS tidak hanya berhak mendapat insentif, tapi juga perlindungan hukum dan waktu istirahat.
“PPDS yang sedang menjalankan pendidikan harus mendapatkan tiga hal ini. Berlaku sejak 2013, tapi pada praktiknya, ini belum semuanya terealisasi,” cetus Adib.
Dalam UU Kesehatan yang baru (Omnibus Law), hal ini tak disebutkan secara detail. Termasuk soal insentif bagi peserta PPDS.
Dalam pasal 227, 228, dan 229 tapi tidak menyebutkan secara spesifik ada insentif untuk peserta didik. “Ini yang perlu didorong pemerintah pusat khususnya Kemenkes melalui peraturan pemerintah untuk memberikan insentif,” tukasnya. (*)