SUMATERAEKSPRES.ID-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan Rapid Communication atau informasi cepat tentang obat pencegah Tuberkulosis (TBC) dalam upaya menghambat laju kasus secara global.
Informasi tersebut disampaikan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Profesor Tjandra Yoga Aditama melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.
"Ini suatu aspek yang menarik, karena biasanya kita hanya bicara tentang mengobati yang sudah jatuh sakit, tetapi kembali ditegaskan bahwa ada obat untuk mencegah Tuberkulosis," ujarnya melansir antara.
Tjandra yang juga merupakan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut menyatakan, publikasi yang terbit pada 14 Februari 2024 lalu tersebut mencantumkan lima hal terkait obat pencegah TBC.
Pertama, ada sekitar seperempat penduduk dunia sudah pernah terinfeksi kuman TBC, namun mereka belum tentu akan jatuh sakit, baik karena fenomena bakteri TBC yang bersifat dorman atau karena daya tahan tubuh yang lebih kuat.
BACA JUGA:Simak 4 Jenis Tes dalam Pemeriksaan Penyakit TBC
"Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5--10 persen dari masyarakat yang terinfeksi TBC dapat jatuh sakit, dan utamanya penyakit akan muncul pada dua sampai lima tahun sesudah infeksi awal," ujarnya.
Kedua, ujar Tjandra, WHO secara jelas mengatakan bukti ilmiah menunjukkan bahwa obat pencegah TBC (TB preventive treatment/TPT) pada mereka yang risiko tinggi akan secara progresif mengurangi risiko untuk penyakit TBC.
"Pada September 2023 di pertemuan dunia UN High Level Meeting on Tuberculosis disepakati komitmen untuk meningkatkan pengobatan pencegatan TBC sampai ke 45 juta orang. Indonesia harus jadi bagian dari pencapaian angka dunia ini, sementara cakupan kita saat ini masihlah rendah," ujarnya.
Hal Ketiga dalam publikasi tersebut menyatakan bahwa WHO merekomendasikan penggunaan obat levofloxacin selama 6 bulan, khusus untuk pengobatan pencegahan TBC untuk mereka yang kontak dengan pasien TBC dengan resistensi berganda atau resistensi rifampisin (MDR/RR-TB).
BACA JUGA:Waspadai 6 Tanda Penyakit TBC Anak, Yuk Cek Dari Sekarang
BACA JUGA:Inovasi Aster Puskesmas OPI Deteksi Dini TBC
"Ini sejalan dengan hasil penelitian terbaru dari Afrika Selatan dan Vietnam. Tentu akan bagus kalau di masa datang hasil penelitian Indonesia juga akan dapat jadi acuan dunia juga," katanya.
Ke empat, ada perubahan dosis pada regimen pengobatan pencegahan TBC pada obat levofloxacin dan rifapentine, dan juga penggunaan bersama dengan obat dolutegravir.