PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Pemerintah terus mendorong pemanfaatan gas bumi melalui berbagai program misalnya, jaringan gas kota (Jargas) dan juga Compressed Natural Gas (CNG).
Pengoptimalan pemanfaatan gas gumi dalam negeri diyakini selain akan mendekatkan akses energi kepada masyarkat juga berpotensi mengurangi subsidi dan impor LPG. "Jargas yang telah terpasang saat ini sekitar 900 ribu sambungan rumah. Jika jumlah Jargas tersebut diasumsikan menggantikan LPG 3 kg, maka setara dengan penghematan subsidi LPG sekitar Rp1,6 triliun dan penghematan devisa sekitar US$ 140 juta", ungkap Kepala LEMIGAS Direktorat Jenderal Migas Ariana Soemanto, di Jakarta (12/2). Selain itu, berdasarkan kalkulasi LEMIGAS terdapat penurunan emisi dari penggunaan gas dalam bentuk gas pipa serta CNG dibandingkan penggunaan LPG. Ini tentu makin menguatkan posisi gas sebagai pilihan utama di era transisi energi. BACA JUGA:Jargas Turunkan Emisi 12 Persen, Kurangi Subsidi dan Impor Elpiji BACA JUGA:Jumlah Pelanggan Jargas di OKU Berkurang "Yang juga penting bahwa pemanfaatan gas bumi tersebut (jargas) akan menurunkan emisi sekitar 12 persen dibanding LPG. Sedangkan di sektor industri, pemanfaatan gas bumi (compressed natural gas/CNG) yang umumnya mensubstitusi solar, akan menurunkan emisi sekitar 23 persen,” ujar Ariana. Saat ini Pemerintah mencatat realiasasi pemanfaatan gas bumi untuk dalam negeri tahun 2023 mencapai 68,2 persen dan sisanya untuk ekspor. Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, menyatakan pemerintah berkomitmen agar konsumen gas di dalam negeri bisa terus meningkat. Berdasarkan data realisasi tahun 2023, pemanfaatan gas bumi untuk dalam negeri sebesar 3.745 MMscfd (juta kaki kubik per hari) atau 68,2 persen. Pemanfaatan gas bumi dalam negeri tersebut mayoritas dialokasikan untuk sektor industri sebesar 1.516 MMscfd. Sedangkan untuk Jargas sekitar 16 MMscfd. Saat ini jargas yang telah terpasang untuk sekitar 900 ribu sambungan rumah (SR), dan akan terus diperluas kedepan. "Pemanfaatan gas dalam negeri saat ini sudah mencapai 68,2 persen. Jadi 2/3-nya untuk dalam negeri. Terutama untuk kebutuhan industri," ujar Tutuka. (fad)
Kategori :