JAMBI, SUMATERAEKSPRES.ID - Kompleks Candi Muaro Jambi, yang terbentang luas di kawasan ini, bukan sekadar saksi bisu dari masa lalu.
Tetapi juga menjadi jendela berharga bagi kekayaan spiritual dan intelektual Buddhisme di Asia Tenggara.
Menurut Agus Widiatmoko, Kepala Unit Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, situs ini bukan hanya sekadar tumpukan batu, melainkan sebuah titik penting dalam sejarah dan budaya.
"Dalam kompleks ini, terdapat keunikan yang luar biasa yang merefleksikan nilai-nilai spiritual dan pendidikan dari Buddhisme di wilayah ini," ujarnya.
BACA JUGA:Anggarkan Rp600 M, Kemendikbudristek Serius Revitalisasi Candi Muaro Jambi
BACA JUGA:Mengenal Siwar Candi Welang: Senjata Tikam Buruan Para Kolektor
Sejarah Candi Muaro Jambi telah menjadi subjek banyak penelitian, mengungkapkan tidak hanya kehidupan masa lalu, tetapi juga praktik keagamaan yang telah lama berlalu.
Namun, masih banyak misteri yang menyelimuti reruntuhan candi di kawasan ini.
Menurut Direktorat Jenderal Kebudayaan, sekitar 82 reruntuhan candi masih terpendam dalam tanah, menunggu untuk diungkap.
Hingga saat ini, baru 11 candi yang berhasil ditemukan dan dipugar, termasuk di antaranya Candi Tinggi, Candi Gumpung, dan Candi Kedaton.
BACA JUGA:Yuk Kepoin Candi Bumi Ayu, Saksi Sejarah Peninggalan Hindu di Pesisir Sungai Lematang PALI
BACA JUGA:Go Nasional, Bermetamorfosis Menjadi The Candidate
Potensi penemuan lebih lanjut tidak hanya memberikan wawasan baru tentang sejarah, tetapi juga membantu dalam memahami arsitektur dan peran bangunan-bangunan ini dalam konteks masa lalu.
Kompleks Candi Muaro Jambi menampilkan keistimewaan dalam posisi dan struktur bangunan-bangunannya.
Berbeda dengan Candi Borobudur yang terpusat, candi-candi di Muaro Jambi tersebar terpisah, memerlukan perjalanan antara 1-3 kilometer untuk mencapai satu candi ke candi lainnya.
Diperkirakan, Candi Muaro Jambi didirikan pada abad ke-7 hingga ke-13, bersamaan dengan masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, menandai puncak perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara.
Banyak peninggalan di kompleks ini menunjukkan peran pentingnya sebagai pusat pendidikan Buddhisme pada masa itu.
Para peneliti percaya bahwa catatan sejarah seperti I Ching dari China dan biografi Atisa Dipamkara Srijnana memberikan gambaran tentang bagaimana Candi Muaro Jambi menjadi tempat penting bagi para penganut Buddha untuk memperdalam keyakinan dan pengetahuan mereka.
Dengan demikian, Candi Muaro Jambi bukan hanya sebuah situs bersejarah, tetapi juga titik temu yang penting dalam memahami warisan spiritual dan intelektual Buddha di Nusantara.