Tradisi ini dikenal sebagai midfa al iftar dan pertama kali dilakukan di Mesir lebih dari 200 tahun yang lalu, saat negara itu diperintah oleh penguasa Ottoman Khosh Qadam.
Saat menguji coba meriam baru kala matahari terbenam, Qadam secara tidak sengaja menembakkannya, dan suara yang bergemuruh di seluruh Kairo mendorong banyak warga sipil mengira bahwa itu merupakan cara baru untuk menandakan akhir puasa.
Banyak yang berterima kasih atas temuannya tersebut, kemudian anak perempuannya, Haja Fatma, mendesaknya untuk menjadikan ini sebagai tradisi.
Praktik ini menyebar ke banyak negara di Timur Tengah, termasuk Lebanon, di mana meriam digunakan oleh Ottoman untuk menandai berbuka puasa di seluruh negeri.
Tradisi unik ini sempat terancam hilang pada tahun 1983 setelah invasi yang berujung pada penyitaan beberapa meriam karena dianggap senjata.
Akan tetapi, tradisi ini berhasil dihidupkan kembali oleh Tentara Lebanon setelah perang dan masih berlanjut hingga saat ini.
5. Mengecat Rumah (Maroko)
Di Maroko, terdapat tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadan. Berbeda dengan kebanyakan negara yang hanya mempersiapkan diri pada hari-hari menjelang Ramadan, orang-orang di Maroko memulai persiapan mereka dua hingga tiga minggu sebelum memulai ibadah puasa.
Salah satu tradisi yang mereka lakukan adalah mengecat rumah. Selama dua hingga tiga minggu sebelum Ramadan dimulai, mereka akan membersihkan rumah mereka dengan baik, merapikan peralatan makan, dan bahkan mengecat rumah mereka agar terlihat lebih bersih dan segar.
Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan dan memberikan suasana yang lebih nyaman selama menjalankan ibadah puasa. Bagi mereka, menjaga kebersihan merupakan sebagian dari iman dan hal ini dilakukan setiap tahunnya.
6. Menghias Jalan Dengan Lentera (Mesir)
Tiap tahun, masyarakat Mesir menyambut bulan suci Ramadan dengan meriah melalui tradisi menyalakan fanous, yaitu lentera warna-warni yang melambangkan kegembiraan dan persatuan sepanjang bulan suci.
Meskipun tradisi ini lebih bersifat budaya daripada agama, namun menyalakan fanous erat kaitannya dengan Ramadan yang memiliki makna spiritual.
Asal-usul tradisi ini diyakini bermula pada zaman dinasti Fatimiyah ketika rakyat Mesir menyambut kedatangan Khilafah Al-Mu’izz li-Din Allah di Kairo pada hari pertama Ramadan.
Untuk memberikan jalan yang terang bagi sang imam, para pejabat militer meminta penduduk setempat untuk membawa lilin di jalan-jalan yang gelap, di bingkai kayu agar aman dari kebakaran.
Seiring berjalannya waktu, bingkai kayu tersebut berubah menjadi lentera berpola dan kini menjadi tradisi yang dipamerkan di seluruh negeri, menyinari bulan suci Ramadhan.