BANYUASIN, SUMATERAEKSPRES.ID - Kabupaten Banyuasin membanggakan adat tradisionalnya yang telah dikenal luas oleh masyarakat, yaitu Serambe, sebuah tradisi lisan yang telah mengakar dalam budaya mereka selama berabad-abad.
Meskipun Serambe sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, baru pada awal tahun 2000-an tradisi ini mendapatkan perhatian lebih serius dengan upaya revitalisasi yang dilakukan oleh Alm. Affanul Z Kheir, seorang budayawan dan seniman terkemuka asal Banyuasin.
Serambe memperoleh sorotan pada peringatan HUT ke-3 Kabupaten Banyuasin pada tahun 2003, di mana tradisi ini dikembangkan dan dipromosikan secara lebih luas.
Tradisi ini pada awalnya merupakan kebiasaan orang tua zaman dahulu yang menggunakan tembang lisan untuk meninabobokan anak-anak mereka, dengan pesan-pesan berisi nilai moral, religius, dan nasehat yang mendalam.
BACA JUGA:Lagi Musim Nih! Ternyata Ini 10 Manfaat dari Buah Duku, Cicipin Yuk Gais!
BACA JUGA:Sudah Musimnya Nih! Ternyata Ini Manfaat Durian untuk Tubuh Kita, Nomor 4 Disukai Banyak Perempuan
Lebih dari sekadar merdu dalam melantunkan tembang, Serambe menjadi sarana penting untuk menyampaikan pesan kebaikan kepada generasi muda, membimbing mereka dalam menghadapi masa depan.
Meskipun awalnya terfokus pada anak-anak, Serambe kemudian meluas dan meresap ke dalam tatanan adat tradisional betimbang kepala kebo.
Seiring dengan perubahan zaman, peran Serambe tidak hanya terbatas pada menidurkan anak-anak, melainkan juga melibatkan pesan-pesan nasehat untuk pasangan pengantin saat menjalani adat betimbang kepala kebo.
Adat dan budaya Banyuasin mengakui bahwa fungsi keduanya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
BACA JUGA:Ada Jenis Tembaga hingga Montong, Inilah Keranjang Cena yang Jualan Durian Segar di Empat Lawang
BACA JUGA: Kopi Campur Durian Bisa Dongkrak Gairah dan Stamina Lelaki, Benarkah? Bahayakah, Yuk Cek Faktanya
Prestasi gemilang Serambe terbukti dengan penghargaan Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) tahun 2022 yang diterimanya di Jakarta.
Penghargaan ini menjadi hasil dari serangkaian kajian pustaka, penulisan ilmiah, serta pengumpulan data berupa video dan foto Serambe selama lima tahun sejak tradisi ini diusulkan sebagai kandidat WBTB Indonesia.
Pengusulan agar Serambe dimasukkan dalam muatan lokal, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA/SMK, merupakan upaya dari Kusmawati Affanul, seorang budayawan dan seniman Banyuasin.