Biaya suku bunga yang tinggi juga menciptakan defisit fiskal meningkat tajam di berbagai negara dengan tingkat utang yang semakin tinggi. Ini menyebabkan debt distress di berbagai negara.
Sri Mulyani mengakui pada awal 2023, pemerintah sudah melihat salah satu risko yang harus dikelola oleh APBN dan ekonomi RI. Hal itu adalah koreksi harga komoditas.
Menurutnya, harga komoditas mengalami moderasi atau kontraksi cukup dalam. ”Ini waktu desain 2023 kita cukup khawatir ini akan pukul penerimaan kita dan sebabkan APBN kita mengalami tekanan sehingga kemampuan jaga ekonomi dan jadi shock absorber juga bisa melemah," ujarnya.
Namun, APBN 2023 ternyata jauh lebih resilien. Memang harga komoditas menurun, tetapi tekanan tersebut tidak memukul APBN.
BACA JUGA:Daftar Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan, Banyak jadi Bos BUMN
BACA JUGA:Wow! Mahfud MD Beberkan Ada Transaksi Tak Lazim Senilai Rp 300 Triliun di Kemenkeu
"Memang harga komoditas tertekan harga gas turun 38,8 persen year to date, minyak mentah 10,3 persen, turunnya dibandingkan 2022. Batu bara yang kita yang penting bagi ekonomi, turunnya bahkan 63,8 persen. Minyak sawit yang juga sangat penting bagi perekonomian turun 12,3 persen," ujarnya.
Ternyata, di kala penurunan tersebut terjadi, ekonomi Indonesia justru tumbuh dengan cukup baik.
"Overall, ekonomi kita sampai akhir tahun tumbuh di sekitar 5 persen," ungkap Sri Mulyani. Kondisi ini yang berhasil mempertahankan APBN 2023.
Berikut ini postur realisasi APBN hingga 28 Desember 2023:
Realisasi pendapatan negara Rp2.725,4 triliun
Target awal: Rp2.463,0 triliun
Target Perpres 75/2023: Rp 2.637,2 triliun
Realisasi belanja negara Rp2.966,8 triliun
Target awal: Rp3.061,2 triliun
Target Perpres 75/2023: Rp3.117,2 triliun
Realisasi pembiayaan anggaran Rp337,8 triliun
Target awal: Rp598,2 triliun
Target Perpres 75/2023: Rp479,9 triliun. (*/air)