PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Tak hanya komoditasi beras, cabai, dan sebagainya yang kini mahal harganya. Komoditas kopi Sumsel pun sudah mengalami kenaikan hampir 100 persen. Ini lantaran produksi kopi petani yang menurun tahun ini, sementara permintaan masih cukup tinggi.
Analis PSP Ahli Madya Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sumsel, Rudi Arpian, mengakui saat ini untuk biji kopi Robusta asalan dibeli seharga Rp35-38 ribu per kg, itu sudah naik hampir 100 persen yang biasanya Rp20 ribu-an per kg. “Bahkan ada yang sanggup membeli hingga Rp40 ribu per kg tergantung kualitas kopinya,” ungkapnya kepada Sumatera Ekspres, kemarin.
Sementara untuk kopi Arabica Grade I seharga Rp110-125 ribu per kg. “Kopi Arabica lebih mahal karena memang langka, namun permintaannya juga tinggi,” tegasnya. Pihaknya meyakini harga kopi bisa mengalami kenaikan lagi seiring turunnya produksi kopi Sumsel di tahun 2023 ini akibat kemarau panjang atau cuaca el nino.
Rudi menyebut pada saat musim kemarau lalu, cuaca panas terlalu lama telah membuat bakal buah kopi terbakar dan gugur bunga, sehingga produksi tinggal 50 persen saja. “Sebelumnya kami sudah menganjurkan kepada petani agar membuat embung atau pompanisasi secara berkelompok,” tuturnya.
Selain itu pihaknya mengembangkan desa kopi organik di Lahat, OKU Selatan, dan Pagaralam dengan integrasi ternak kambing. “Kotorannya bisa dijadikan pupuk yang sangat bermanfaat bagi tanaman kopi,” cetusnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel tahun 2022 lalu, produksi kopi Sumsel mencapai 212,4 ribu ton biji kering dengan jumlah petani kopi 198.021 Kepala Keluarga (KK).
Dengan produksi itu, Sumsel menjadi provinsi penghasil kopi terbesar yakni 26,72 persen dari total produksi kopi nasional. “Tapi sayang kendati produksi kopi kita tertinggi, tapi kita belum punya brand secara nasional. Kopi kita banyak dijual melalui Lampung dalam bentuk biji dan diolah menjadi kopi bubuk sehingga nama kopi Sumsel hilang dan yang muncul akhirnya nama kopi Lampung,” tegasnya.
Jika Sumsel ingin kopinya lebih dikenal secara nasional, minimal harus ada pabrik pengolahan kopi bubuk berskala nasional di Sumsel. Kemudian ada satu brand yang dapat ditonjolkan mewakili kopi Sumsel. “Saat ini di Sumsel setiap Kabupaten/Kota berlomba membuat brand yang mengangkat daerah masing masing, tapi dalam skala home industri, dan ini tidak bisa menembus pasar nasional apalagi mancanegara,” cetusnya.
Secara potensi, cita rasa kopi Sumsel pun cukup besar, bahkan beberapa daerah sudah memiliki Sertifikat Indikasi Geografis. Namun sayang potensi saja tidak cukup, perlu tangan-tangan dingin mewujudkan mimpi kopi Sumsel go nasional bahkan internasional. “Ke depan kita harapkan ada investor yang berani masuk Sumsel untuk ber investasi, dan tentu Pemprov Sumsel akan menyambut baik dengan segala regulasinya,” pungkasnya. (fad)