Korban Kecelakaan Jalan Rusak Bisa Gugat Pemerintah, Prof Febrian: Bisa Secara Pribadi atau Class Action
JALAN RUSAK: Kondisi ruas jalan raya Prabumulih-Baturaja, di kawasan Tebing Terbu yang rusak. kondisi ini memicu terjadinya tabrakan dua mobil dengan enam korban luka ringan, Jumat lalu.-FOTO:DIAN/SUMEKS-
PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Kondisi jalan rusak di banyak titik berpotensi jadi faktor penyebab kecelakaan. Hal ini menuai keprihatinan banyak pihak. Sebab, tak hanya mengganggu kenyamanan berkendaraan. Tapi juga menyebabkan kecelakaan.
Di Sumsel, sudah terjadi sejumlah kasus kecelakaan akibat jalan rusak. Korbannya alami luka-luka hingga kehilangan nyawa. Pengamat hukum Sumsel, Prof Dr Febrian SH MS, menegaskan, pemerintah dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum oleh korban kecelakaan karena jalan rusak.
BACA JUGA:Hindari Jalan Rusak, Kecelakaan Kembali Terjadi di Kota Nanas, Enam Orang Terluka
BACA JUGA:Tak Kunjung Diperbaiki, Jalan Rusak di Ogan Ilir Bikin Siswa Nyeker
“Kalau kita bicara fakta, jalan berlubang ini ada di mana-mana. Di Prabumulih belum lama ini ada enam korban luka, kecelakaan karena hindari jalan berlubang.
Di Palembang bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Ini tidak bisa dianggap sepele,” ujar Prof Febrian, kemarin (21/12).
Menurutnya, masyarakat yang menjadi korban kecelakaan akibat jalan rusak memiliki hak untuk menuntut pemerintah. Gugatan tersebut dapat diajukan melalui jalur hukum administrasi pemerintahan, khususnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Bisa. Sangat bisa. Korban bisa menggugat, baik secara pribadi maupun melalui class action. Ini diatur dalam hukum administrasi pemerintahan,” tegasnya.
Prof Febrian menjelaskan, tanggung jawab hukum atas jalan berlubang bergantung pada status jalan tersebut. Jika jalan berada di wilayah kota atau kabupaten, maka pemerintah daerah (pemda) yang bertanggung jawab.
Namun, jika jalan tersebut merupakan jalan nasional, maka tanggung jawab berada di tangan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) yang berada di bawah Kementerian PUPR.
“Kalau jalan provinsi atau kabupaten/kota, maka pemda kewenangannya. Kalau jalan nasional, yang mengurus pembangunan sekaligus perawatannya adalah BBPJN. Kalau ada lubang, tidak dirawat, lalu menimbulkan korban, maka BBPJN itu bisa dituntut,” katanya.
Meski demikian, Prof Febrian menegaskan bahwa pemda tidak bisa sepenuhnya lepas tangan. Pasalnya, jalan nasional tetap melintasi wilayah administrasi daerah, sehingga kepala daerah memiliki kewajiban moral dan administratif untuk memastikan keselamatan warganya.
“Kepala daerah itu tiap hari ada di wilayahnya. Mereka tahu kondisi jalan. Kalau ada lubang dan dibiarkan sampai menimbulkan korban, ini soal tanggung jawab tata kelola pemerintahan,” ujarnya.
Dalam perspektif hukum, sanksi terhadap pemerintah umumnya bersifat administratif. Mulai dari peringatan, teguran, hingga kewajiban membayar ganti rugi kepada korban.
