Sambil olah TKP, DPN mengaku kalau untuk menggugurkan kandungan, pacarnya, almarhumah RN, minum 16 butir obat Cytotec yang dibeli secara online. Diminum dengan Sprite.
“Sebagian obat katanya dimasukkan ke alat kelamin RN. Tidak lama, RN sakit perut. Lalu dibawa pindah ke indekos pacarnya. Setelah itu terjadi pendarahan,” beber Imron menirukan pengakuan DPN. Reaksi obat itu memang cepat.
Janin yang menurut dokter RS Ar Royan usianya sudah 25 minggu atau sekitar 6 bulan pun keluar. "Setelah keluar, janin itu dibuang si cowok (DPN), ke dalam kloset di kamar mandi kamar indekosnya. Lalu disiram air yang banyak," tambah Imron sembari mengingat-ingat informasi tentang kejadian itu.
Hingga kemarin, setahunya janin hasil aborsi tersebut masih berada dalam kloset di tempat kos DPN. Usai janin keluar, kondisi RN drop. Selain lelah, menahan sakit dan mengeluarkan banyak darah dari alat vitalnya.
“Cerita pria itu, napas pacarnya malam itu sudah terengah-engah. Kemudian, ceweknya itu tidak sadarkan diri. Baru dibawa ke RS Ar Royan,” tuturnya.
Saat itu, RN dilarikan ke rumah sakit naik mobil yang dibawa saksi Nadya. Saat itu saksi melihat tubuh RN sudah pucat kekuningan, tanda kehabisan darah.
Waktu olah TKP, Imron melihat dua kasur di dalam kamar indekos DPN basah dengan darah RN.
"Sempat kami tanyakan alasan mereka gugurkan janin itu. Kata DPN, dia awalnya mau tanggung jawab. Tapi kata ceweknya lebih baik mati daripada lahirkan anak itu. Kita tidak tahu yang sebenarnya apakah benar begitu karena yang cewek sudah tiada. Itu jawaban sepihak dari DPN saja," tambah Imron.
Yang pasti, ketika diinterogasi sembari olah TKP, Imron melihat raut wajah DPN tampak takut, cemas dan trauma. Ia tahu almarhumah RN baru sekitar sebulan terakhir pindah indekos di lingkup RT 10. Sebelumnya indekos di kampung sebelah.
"Kami kurang terlalu kenal. DPN juga orangnya juga kurang bergaul. Mereka juga tidak pernah lapor sejak di sini. Pengurus indekos juga tidak lapor, jadi kami tidak tahu," cetusnya. (dik)