“Kami apresiasi kepada majelis hakim, yang memvonisnya lebih tinggi menjadi 13 tahun penjara,” ucapnya berterima kasih.
Pihaknya akan segera minta salinan amar putusan putusan kepada PN Kayuagung.
Aulia menambahkan, ponpes itu ketika didatangi Kemenag dan Disdik OKI, ternyata tidak memiliki izin.
“Dengan adanya salinan putusan PN Kayuagung nanti, kami akan segera menyurati Kemenag, agar aktivitas mondoknya ditutup. Kalau belajar mengajarnya, silakan karena izinnya sampai sekarang masih proses dan belum keluar,” ulasnya.
Soal penolakan restitusi yang diajukan keluarga korban, produk baru 2021. Ada surat edaran Mahkamah Agung (MA).
“Namun hakim menilai ada kekurangan terkait kelengkapan data, tapi kami menghormati penolakan itu. Masih ada proses gugatan perdata, permohonan proses pemulihan akibat dari ulah terdakwa,” tegasnya.
Sebelum sidang putusan ini, ibu korban, berinisial SS, berharap agar hakim PN Kayuagung dan JPU Kejari OKI, menuntut dan memvonis terdakwa Ali Mansur dengan hukuman maksimal.
“Kami meminta dengan sangat, untuk mereka (JPU dan Hakim) bisa memutuskan seadil-adilnya," harap SS, dengan mata berkaca-kaca, Selasa lalu (17/10).
Sebab SS sedih melihat kondisi putranya yang trauma. Tidak mau keluar rumah lagi apalagi sekolah, merasa malu.
SS juga meminta keluarga korban lainnya, untuk bersuara.
Karena perbuatan terdakwa Ali Mansur itu, disebutnya juga ke beberapa santri lainnya. “Mari bersuara karena anak-anak ini memiliki masa depan cerah,” tuturnya.
Ketua Dewan Dakwah Kabupaten OKI, Suparjon Tsabit Al Haq, juga sebelumnya meminta penegakan hukum sesuai prosedur dan aturannya.
“Hukuman harus maksimal sehingga dapat memberi efek jera. Apalagi terdakwa merupakan publik figur di ponpes tersebut,” sesalnya.
Pihaknya juga meminta keluarga korban banyak berkoordinasi.
“Apalagi korbannya banyak, ini sudah di luar batas toleransi dan dilakukan di lingkungan ponpes," tukasnya. (uni/air)