PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Musibah kabut asap yang diakibatkan oleh Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan merupakan situasi yang tidak diinginkan oleh siapa pun.
Termasuk aparat penegak hukum. Hal ini disampaikan oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol A Rachmad Wibowo, SIK, saat berdialog dengan sejumlah mahasiswa yang melakukan aksi di halaman Mapolda Sumatera Selatan pada Jumat (3/11/2023) sore.
Kapolda Wibowo menyebut bahwa telah dilakukan sebanyak 35 langkah upaya dalam penanggulangan Karhutla, termasuk tindakan penegakan hukum terhadap pelaku pembakar lahan yang menjadi penyebab Karhutla.
Dialog ini menghadirkan elemen mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palembang, dan menariknya, berbeda dengan dialog-dilog sebelumnya yang digelar di ruang tertutup, dialog ini digelar di lapangan upacara depan Gedung Utama Presisi Polda Sumatera Selatan.
BACA JUGA:Dampak Karhutla Belum Selesai, BNPB Perpanjang Operasi TMC Hingga 10 November
Hal ini terjadi karena mahasiswa, sekitar 30 orang, bersikukuh menolak tawaran Kapolda untuk melanjutkan diskusi di ruang diskusi di lantai dua Gedung Utama Presisi Polda Sumatera Selatan.
Kapolda Wibowo bahkan mencatat bahwa ini merupakan pertama kalinya diajak berdiskusi dengan jarak terbuka, sambil berteriak-teriak. Diajak ke dalam ruangan, para mahasiswa menolak.
Kapolda Wibowo menegaskan bahwa upaya penanggulangan dan pencegahan Karhutla telah dilakukan secara maksimal oleh Polda Sumatera Selatan.
Polda bersama dengan Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan dan Polres setempat telah menetapkan 54 tersangka pembakar lahan dan satu korporasi.
BACA JUGA:Bantu Pemeriksaan Medis, Peduli Garda Terdepan Padamkan Karhutla
Wadirreskrimsus Polda Sumatera Selatan, AKBP Putu Yudha Prawira, SIK, MH, menambahkan bahwa saat ini mereka juga sedang melakukan penyelidikan terhadap tujuh korporasi yang diduga melakukan pembakaran lahan secara sengaja.
Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama, karena membutuhkan pemeriksaan oleh berbagai ahli dan pengecekan di lokasi kejadian.
Putu Yudha menjelaskan bahwa anggotanya bahkan harus berada di hutan selama seminggu untuk melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan berhadapan dengan asap.