PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel, kembali memeriksa 7 orang saksi di Yogyakarta. Masih terkait kasus penjualan tanah dan bangunan Asrama Mahasiswa Sumsel di Jl Puntodewo, Nomor 9, Yogyakarta, aset dari Yayasan Batanghari 9.
“Betul, ada 7 orang saksi. Kesemuanya dilakukan pemeriksaan di Yogyakarta, menumpang fasilitas di Gedung Kejati Yogyakarta," terang Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH, Rabu (1/11).
Hanya saja Vanny mengaku, belum mendapatkan inisial para saksi tambahan yang diperiksa kemarin. Dirinya sendiri, masih menunggu informasi lebih lanjut dari tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel yang berada di Yogyakarta.
Sebelumnya, belasan orang saksi sudah diperiksa di Yogyakarta. Juga menumpang fasilitas Gedung Kejati Yogyakarta. “Pemanggilan dan pemeriksaan belasan saksi tersebut, untuk menguatkan alat bukti berkas perkara yang diduga dilakukan oleh para tersangka," pungkasnya.
Tanah dan bangunan Asrama Sumsel “Pondok Mesudji” di Jl Puntodewo, Nomor 9, Yogyakarta itu juga sudah disita Penyidik Pidsus Kejati Sumsel.
Sebelumnya, Senin (30/10), Kepala Kejati Sumsel Sarjono Turin SH MH, mengumumkan nama-nama tersangka pada kasus dugaan korupsi tersebut. Ada 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penjualan asrama mahasiswa di Yogyakarta.
Dari 5 orang tersangka itu, 2 di antaranya sudah meninggal dunia. ”Yakni AS (almarhum), dan MR (almarhum), sudah meninggal dunia pada tahun 2018 dan 2022. Tetap kami tersangkakan, supaya penyidikan tidak terputus,” jelas Sarjono, dalam konferensi pers.
Tiga orang tersangka lainnya, berinisial ZT, EM, dan DK. Saat ini ketiganya masih dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel. Kelima tersangka memiliki peran sentral pada kasus dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari 9 itu.
“Mereka punya peran sentral ketika proses peralihan akta Yayasan Batanghari 9 menjadi Yayasan Batanghari 9 Sumsel,” beber Sarjono. Sehingga dengan adanya peralihan akta itulah, para tersangka dengan leluasa melakukan penjualan terhadap tanah tersebut.
Aset dengan luas sekitar 5.000 meter per segi, dijual pada tahun 2015 seharga Rp4 miliar lebih. Lalu uangnya, kelima tersangka itu berbagi. "Untuk itu, seluruh bukti transaksi dan juga aliran uang sudah kami kantongi. Beberapa rekening juga sudah kami blokir," kata Sarjono.
2 pekan sebelum pengumuman nama 5 tersangka ini, tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel sudah melakukan penggeledahan ke sejumlah rumah saksi, Selasa (17/10). Yakni rumah saksi ZT di Kompleks Bukit Sejahtera (Poligon), Blok CC, RT 16, Kelurahan Karang Jaya, Gandus, Palembang.
Kemudian, rumah almarhum MR di Jl Depaten Lama, Palembang. Dari hasil penggeledahan 2 tempat itu, penyidik melakukan penyitaan terhadap beberapa data, dokumen, barang bukti elektronik, surat, dan benda lain-lain yang terkait.
Belakangan pemilik 2 rumah yang digeledah, almarhum MR dan ZT, keduanya sama-sama ditetapkan sebagai oleh tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel. Adapun para tersangka ini, dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, Sarjono mengungkapkan ada mafia tanah yang bermain. Kejati Sumsel, akan tetap konsisten dalam upaya pemberantasan mafia tanah. "Berbagai macam modus operandi dilakukan oleh mafia tanah, untuk berusaha mengalihkan aset, terutama yang dimiliki oleh pemda. Akan terus kami kejar," tegasnya.
Kejati Sumsel saat ini secara maksimal akan melakukan penyitaan tanah yang dibeli Sumsel sejak tahun 1950-an tersebut. "Meski saat ini tanah (Yayasan Batanghari 9 Sumsel) tersebut sudah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pihak ketiga,” imbuhnya. Dia menceritakan, secara singkatnya tanahdi Yogyakarta tersebut pada tahun 1950-an dibeli Pemerintah Sumsel. Saat masih bagian dari Pemerintah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), yang membawahi 5 provinsi.