PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID-Penegakan hukum terhadap lahan-lahan yang terbakar terus dilakukan. Jumlahnya terus bertambah.
Saat ini sudah 39 lahan perusahaan di Indonesia yang kena segel. Termasuk di wilayah Sumsel. Jumlah itu terhitung sejak awal tahun hingga 12 Oktober 2023.
Ada lima lahan perusahaan PMA yakni 1 perusahaan Malaysia, 3 perusahaan Singapura, dan 1 perusahaan RRT. Lalu, 22 lahan perusahaan dalam negeri, 2 BUMN, dan 10 lahan yang sedang
didalami kepemilikan lahannya. Untuk di Sumsel, jumlah terakhir disebutkan ada 11 lahan yang kena segel tim Gakkum KLHK. Salah satunya lahan BUMN yang beroperasi di wilayah Kabupaten Ogan Ilir.
“Kami terus menerjunkan tim pengawas ke lapangan,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani.
Pihaknya terus melakukan pemantauan data titik panas dan mengirimkan surat peringatan kepada penanggung jawab lokasi yang terindikasi adanya hot spot dengan tingkat kepercayaan lebih dari 80 persen.
BACA JUGA:PLN Indonesia Power UPDK Keramasan Tanggap Bencana Karhutla
Sebanyak 220 surat peringatan dikirim ke penanggung jawab lokasi terbakar untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pada rentang September-Oktober 2023 terjadi peningkatan jumlah surat peringatan. “Kami mengingatkan penanggung jawab lokasi terbakar untuk memperhatikan surat peringatan ini. Kami akan mengambil langkah hukum tegas,” ucap Rasio.
Salah satu kendala, keterbatasan akses data pemegang hak atau pemilik dari lahan yang terbakar. Dengan begitu, KLHK kesulitan untuk mengirimkan surat peringatan.
“Kami akan meregister lahan-lahan yang terbakar untuk penyiapan langkah penegakan hukum lebih lanjut,” imbuhnya.
BACA JUGA:7 Cara Menjaga Kulit Tetap Sehat dari Serangan Karhutla, Nomor 3 Wajib Dilakukan
Rasio mengingatkan kembali kepada penanggung jawab usaha/kegiatan untuk terus melakukan upaya peningkatan kapasitas dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla.
Termasuk penyiapan sarpras dan sumber daya yang diperlukan. “Apabila terbakar dan tidak segera ditangani, dapat dikenakan sanksi administratif. Bisa pencabutan izin, atau gugatan ganti kerugian lingkungan secara perdata,” imbuhnya.
Kelalaian itu juga dapat dijerat secara pidana dengan ancaman hukuman maksimal penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.