JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyatakan iklim investasi Indonesia tak akan terganggu meskipun pemerintah Indonesia menghiraukan rekomendasi dari Dana Moneter Internasional (IMF) terkait kebijakan hilirisasi lewat larangan ekspor komoditas bahan baku mentah. Pernyataan itu direspons positif oleh Direktur Eksekutif Segara Research Institute (SRI), Piter Abdullah. Menurutnya sikap Menteri Bahlil mengabaikan IMF yang meminta pemerintah Indonesia menghapus kebijakan pembatasan ekspor nikel secara bertahap sudah tepat. Selain nikel, IMF juga meminta Indonesia untuk tidak melakukan pembatasan ekspor juga untuk komoditas tambang lainnya. Menurut Piter, ketegasan sikap pemerintah tersebut tidak akan mempengaruhi para investor menanamkan investasinya ke Indonesia, pasalnya potensi ekonomi Indonesia sangat besar baik dari segi pasar maupun sumber daya alam yang dimiliki.
“Saya sependapat dengan Pak Bahlil, imbauan IMF tidak akan berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia. Potensi ekonomi Indonesia sangat besar baik dari sisi pasar maupun sumber daya,” ujar PiterPiter menambahkan, Indonesia saat ini menjadi magnet investasi banyak negara, desakan dari IMF untuk menghentikan ekspor bahan mentah tidak akan menimbulkan efek atau masalah bagi Indonesia khususnya dari sisi investasi. “Yang berminat berinvestasi tak hanya dari Eropa dan Amerika Serikat, juga dari Asia,” paparnya. Meskipun kata Piter Indonesia saat ini kalah gugatan dari Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel, tapi berani melakukan banding atas putusan WTO tersebut. Oleh sebab itu, Piter mengaku tetap optimis investasi akan tetap mengalir deras masuk ke dalam negeri, protes dari negara Eropa tidak akan terlalu banyak terhadap realisasi target investasi, karena investasi juga berdatangan dari negara kawasan Asia.
“Jadi kalau Indonesia tidak menghiraukan himbauan IMF, gak masalah. Investasi masih akan mengalir khususnya dari Asia seperti China,” urainya.Lanjut Piter menyampaikan pemerintah sudah tepat untuk terus fokus menggenjot kebijakan hilirisasi, seharusnya kebijakan tersebut sudah sejak lama dilakukan untuk memberikan multiplier effect bagi perekonomian negara. “Kita sudah terlambat lama. Hilirisasi seharusnya sudah kita lakukan sejak dulu. Sekarang lebih baik terlambat,” tuturnya. Dengan hilirisasi akan mempercepat upaya Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju. “Hilirisasi mutlak kita butuhkan untuk menjadikan Indonesia negara industri sekaligus menjadi negara maju,” tukas Piter. (jp/fad)