Usai Karhutla, Awas Banjir-Longsor. Prakiraan BMKG 21-23 Oktober Potensi Hujan

Pj Gubernur Sumsel menerima kunjungan Kepala Statklim kelas 1 Wandayantolis dan jajaran--

PALEMBANG,SUMATERAEKSPRES.ID-Kepala Stasiun Klimatologi (Satklim) Kelas I Sumsel, Wandayantolis mengatakan, ada peningkatan potensi awan dan kemungkinan hasilkan hujan pada akhir Oktober mendatang.

Prediksi itu berdasarkan pemodelan dan instrumen yang digunakan oleh BMKG.

Sebaran potensi awan hujan ini cukup merata. sehingga diperkirakan pada 21, 22, dan 23 Oktober bisa hujan. Harapannya, berdampak baik terhadap upaya pemadaman karhutla. Utamanya di wilayah yang masih banyak titik api.

Di pekan terakhir Oktober, potensi hujan cukup banyak. Sementara potensi dan curah hujan November cukup merata.

“Insya Allah dengan kondisi curah hujan ini dapat menjadi jadi salah satu instrumen berakhirnya episode asap di Sumsel,” jelasnya usai audiensi dengan Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni, kemarin.

BACA JUGA:Istisqo Minta Hujan Berlanjut

Wandayantolis menambahkan,  untuk fenomena El Nino masih akan bertahan hingga Februari 2024. “Tapi dari segi pola musim di Sumsel secara umum  Oktober nanti mulai masuk musim hujan.

Walaupun masih sporadis di beberapa wilayah,” tandasnya. Sebelum 20 Oktober, potensi pertumbuhan awan secara alami sangat kecil.

Tapi dengan dilakukannya teknologi modifikasi cuaca (TMC) dan salat Istisqo, peluang tadi diharapkan bisa lebih besar.

Saat ini, pertumbuhan awan mulai muncul di atas wilayah Palembang dan sekitarnya. Hingga akhir Oktober, pertumbuhan awan itu meluas dari utara ke bagian selatan dan dari sisi barat hingga bagian timur.

“Sudah kami sampaikan kepada Pak Pj Gubernur, memasuki musim hujan kita sudah harus mengantisipasi masalah baru. Kiranya, di awal November sudah ada shifting status dari siaga karhutla ke siaga banjir dan longsor,” tuturnya.

BACA JUGA:Hujan Lokal Tak Merata

Beberapa daerah rawan bencana hidrometeorologis di Sumsel harus mulai menyiapkan diri.  Utamanya wilayah dengan geografis dan topografi dataran tinggi,  serta daerah aliran sungai (DAS).

“Saat  kemarau ini banyak vegetasi yang mati atau terbakar sehingga daya ikat tanah menjadi lebih rendah. Ketika hujan turun, akan mudah tergerus menjadi erosi maupun  longsor,” bebernya.

Wandayantolis menambahkan, BMKG secara nasional sudah membuat analisa pertumbuhan hot spot tahun ini dibandingkan periode kering 2015 dan 2019.

Hasilnya, hot spot di Sumsel cukup melandai. Dengan kata lain, upaya penanganan yang dilakukan sejak awal tahun oleh semua pihak di Sumsel cukup berhasil menekan munculnya hot spot.

BACA JUGA:Hujan Intensitas Sangat Kecil, Perpanjang TMC

Diakuinya, El- Nino memang berdampak pada kekeringan. Bahkan kajian awal, tahun ini mirip 2015. Tapi ternyata pertumbuhan hot spot di Sumsel tidak setajam 2015.

“Itu karena adanya mitigasi awal yang sudah berjalan dengan baik,” beber Wandayantolis. Ada hal menarik di masa El Nino untuk wilayah Sumsel. Jika di Jawa, produksi padi turun 40 persen.

Tapi Sumsel malah naik karena adanya penambahan lahan tanam. “Kita memiliki 25-30 persen lebak kering. Ketika musim hujan datang menjadi lahan tanam  baru. Ini akan terukur di awal tahun sebagai penambahan luas panen,” pungkasnya.(yun/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan